Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Uni Eropa (UE) mengumumkan penerapan tarif impor hingga 38,1% untuk kendaraan listrik produksi China. Namun, penerapan tarif baru ini telah menimbulkan kekhawatiran dari produsen mobil Eropa mengenai “pembalasan” dari Tiongkok.  

Uni Eropa mengatakan penyelidikan tersebut menunjukkan dukungan pemerintah Tiongkok dalam bentuk subsidi yang pada akhirnya menciptakan persaingan tidak sehat. Dukungan ini memungkinkan merek Tiongkok menurunkan harga untuk bersaing dengan kendaraan listrik global.

Berdasarkan laporan Auto Pro, tarif impor maksimum sebesar 38,1% akan dikenakan pada merek China yang tidak kooperatif dalam proses investigasi pada Minggu (16/6/2024). Sebaliknya, produsen mobil lain hanya akan dikenakan tarif sebesar 17,4%, masih lebih tinggi dibandingkan tarif impor normal sebesar 10%.

Menurut laporan Uni Eropa, kebijakan subsidi pemerintah Tiongkok tidak hanya untuk meningkatkan produksi dalam negeri, tetapi juga sengaja menyasar model mobil pesaing di Eropa. Dengan begitu, perusahaan bisa menurunkan harga mobilnya saat diekspor ke Eropa.

Lebih lanjut, Uni Eropa sedang berdialog dengan otoritas Tiongkok untuk membahas hasil investigasi dan mencari alternatif solusi terhadap masalah persaingan tidak sehat. Jika kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan, tarif impor maksimum hampir 40% akan segera dikenakan.

Tarif 38,1% berlaku untuk kendaraan SAIC. Tarif rata-rata 21% berlaku untuk Chery, GWM, Nio, Xpeng dan BMW. Kebetulan BMW juga memproduksi mobil listrik di China dan mengimpornya kembali ke Eropa. Tarif 20% berlaku untuk Geely (perusahaan induk Volvo), Polestar, Lotus dan Zeekr. Sedangkan tarif 17,4% ditujukan untuk BYD yang kini menjadi merek kendaraan listrik terbesar di dunia.

Setelah Uni Eropa mengumumkan hasil penyelidikan, Tiongkok membantah tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa hal tersebut merupakan tipikal kasus proteksionisme. Dia lebih lanjut menyatakan bahwa dia akan melakukan segalanya untuk melindungi hak dan kepentingannya.

Produsen mobil Eropa juga menentang kebijakan UE karena khawatir bahwa tindakan pembalasan Tiongkok dapat mempengaruhi bisnis mereka di masa depan, khususnya dalam rantai pasokan kendaraan listrik.

Hambatan tarif di Eropa akan berdampak signifikan terhadap jumlah mobil yang diekspor dari Tiongkok. Banyak merek Eropa juga menentang tarif impor baru untuk mobil Tiongkok. Menurut Volkswagen, dampak negatif kebijakan ini bisa lebih besar dibandingkan manfaatnya.

CEO Mercedes-Benz Ola Kallenius juga tidak setuju dan percaya bahwa penghapusan pembatasan dan pengembangan perdagangan yang adil dan bebas adalah kunci pertumbuhan ekonomi. Rekan BMW, Oliver Zipse, juga mengatakan perusahaan Eropa dan industri otomotif pada umumnya tidak memerlukan perlindungan tambahan.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *