Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Anggota Komisi VI DPR Herman Haeron mengatakan pihaknya tidak masalah jika pemerintah mengizinkan organisasi keagamaan (ormas) menambang. Menurut Herman, kewenangan pemerintah memberikan kewenangan ke segala arah.
“Ini sah karena domainnya ada pada pemerintah. Bagaimana kita mengontrol aktivitasnya agar sumber daya alam tersebut bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Herman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/6/2024).
Herman mengatakan, Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa tanah, air, dan sumber daya alam berada di bawah kekuasaan pemerintah dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ayat 2 Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa industri-industri yang penting bagi negara dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan oleh negara.
Artinya negara mempunyai hak untuk memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sehingga negara dapat memberikannya dengan segala kewenangannya.
Tergantung pemerintah negara bagian apakah akan diberikan kepada organisasi besar seperti NU dan Muhammadiyah, imbuh Herman.
DHR, kata Herman, hanya memantau penegakan aturan tersebut. Menurut dia, pemerintah harus memperjelas proses pemberian izin kepada organisasi besar.
Oleh karena itu, pemerintah harusnya memperjelas cara pengelolaannya, cara memberikan izin kepada organisasi besar, atau jika organisasi besar memberi langsung dari badan usaha atau koperasi, koperasi juga bisa mengelola operasional pertambangan, misalnya, ”pungkasnya. Oleh Jerman.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan keputusan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 dan Nomor 96 Tahun 2021 tentang Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara.
Dalam aturan yang ditandatangani dan diumumkan Presiden Jokowi pada 30 Mei 2024 itu, organisasi keagamaan (ormas) mengelola tambang melalui pendirian badan usaha. Pengusulan Izin Usaha Pertambangan Industri Khusus (WIUPK) akan berlaku selama 5 tahun sejak berlakunya undang-undang pemerintah ini.
Pada Sabtu (31/5/2024) “WIUPK dapat diberikan prioritas kepada badan usaha milik organisasi keagamaan untuk memajukan kesejahteraan umum,” bunyi Pasal 83A ayat (1).