Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Pendidik Indra Karismiadji meminta pemerintah mengembalikan sistem pendidikan nasional kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kmendikbudristek) dalam konteks ini. Hal ini untuk memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Hal ini ditegaskan menyikapi kenaikan biaya pendidikan UKT pada tahun 2024 yang memicu protes dan protes di banyak tempat oleh serikat mahasiswa. Biaya menghambat keinginan untuk memperoleh pendidikan tinggi untuk beralih ke media baru.
Salah satu faktor yang turut menyumbang biaya kuliah di perguruan tinggi adalah dampak dari implementasi kebijakan Universitas Hukum (PTN BH). Prinsip ini menyebabkan pembentukan modal di perguruan tinggi memerlukan biaya yang besar. Akibat dari kebijakan PTN BH adalah perguruan tinggi harus memperoleh keuntungan dalam menjalankan kegiatan pendidikan.
“Mahalnya biaya pendidikan menengah akibat sistem pendidikan berbasis pasar sangat menyulitkan masyarakat untuk mengaksesnya. Artinya pemerintah telah lalai dan gagal mengelola pendidikan sesuai pengetahuan yang sistemik. . . keharusan konstitusional,” ujarnya kepada prestasikaryamandiri.co.id, Senin (13/5/2024).
Menurutnya, pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia yang menggunakan metode pasar membuat pendidikan menjadi mahal karena pemerintah hanya menetapkan aturan. Saat ini masyarakatlah yang membayar sesuai permintaan pasar.
Itu sebabnya pemerintah dianggap berbisnis dengan rakyat. Oleh karena itu, kata dia, negara harus siap menjamin pendidikan mendalam Panchasheela dan Konstitusi kepada seluruh warga negara.
Indra menjelaskan, seiring dengan kenaikan biaya pelayanan kesehatan saat ini, negara dapat menetapkan harga yang terjangkau dan terjangkau sehingga mampu dijangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Ditekankan bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan pendidikan dasar gratis dan pendidikan tinggi berbiaya rendah.
“Pemerintah memberikan pendidikan dasar gratis dan pendidikan terjangkau sesuai kualifikasi. Ini merupakan hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 UU HAM 1948. Namun pendidikan di Indonesia mahal dan tidak mungkin dilakukan. Ini merupakan pelanggaran HAM,” Indran dikatakan.
Selain itu, para pakar dan pemerhati pendidikan menilai anggaran pendidikan masih belum maksimal dan belum ada evaluasi berkala. Seluruh 20% dana pendidikan yang digunakan dalam APBN tidak digunakan untuk pendidikan di Kementerian Pendidikan, namun digunakan untuk urusan administratif dan teknis di berbagai kementerian.
Oleh karena itu, Indra mendorong pemerintah untuk mengkaji secara matang bagaimana anggaran pendidikan direncanakan dan hasil yang diperoleh dari anggaran pendidikan tersebut. Selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, belanja pendidikan disebut-sebut berkisar Rp 6.000 triliun.
“Anggaran pendidikan tidak pernah dievaluasi dan tidak terungkap hasilnya. Setiap tahun pendidikan mendapat anggaran Rp665 triliun. Tapi anggaran ini untuk apa? Anggaran ini dari APBN.” Dia berkata.
“Jadi kalau anggaran pendidikan itu semua, mulai dari menyekolahkan anak di sekolah swasta, total anggaran pendidikannya 10.000 sampai 15.000 triliun, itu sangat tinggi,” ujarnya.
Ia membandingkannya dengan negara-negara seperti China, Vietnam, Malaysia, dan Singapura yang lebih awal merdeka, dan perkembangan pendidikan di luar negeri atau negara tetangga lebih besar dibandingkan Indonesia.
“Kalau kita bandingkan, di Indonesia saja harga PTN lebih mahal dibandingkan PTS. Di negara lain, PTN sangat terjangkau karena pemerintah ada yang menanggung biayanya,” kata Indra Karismiadji.