JAKARTA, prestasikaryamandiri.co.id – Mantan III. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi mengaku menyewa rumah khusus di Kemang, Jakarta Selatan untuk menyelamatkan uang suap Rp 40 miliar dan dugaan korupsi pengadaan. Menara BTS Bakti Kominfo.

Hal itu terungkap saat ia diperiksa Senat pada Selasa (14/05/2024) sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait tindak pidana korupsi (Tipikor).

“Setelah menerima uang itu, Sadikin Rusli memberikannya kepadamu. Kamu menerimanya bukan? Ke mana perginya uang itu?” tanya Hakim Alfis Setyawan.

Achsanul menjawab, “Saya sudah menyimpannya, Pak.”

“Di mana itu disimpan?” tanya hakim.

“Di dalam rumah Pak Kemang,” jawab Achsanul.

Pak Achsanul menjelaskan, rumah tersebut disewakan dalam keadaan kosong selama setahun tanpa penghuni. Hal itu dilakukannya karena bingung harus menyimpan banyak uang di mana.

Sebelumnya, ia mendapat suap sebesar Rp 40 miliar di mobil pribadinya dan tak berani membawanya pulang karena terlalu berisiko.

“Saya tidak bisa membawanya pulang,” kata Achsanul. “Saya mempertimbangkan kembali, Yang Mulia.

“Sebelum dibawa pulang, uangnya mana Pak?” tanya hakim.

“Di dalam mobil pangeran,” jawab Achsanul.

“Itu bukan risiko,” tanya hakim.

“Itu sangat berbahaya, tapi sayangnya saya tidak punya pilihan,” jawab Achsanul.

Achsanul mengungkapkan, dirinya berencana mengembalikan uang tersebut secara utuh, namun bingung akan dikembalikan kepada siapa. Nomor telepon pihak yang memberinya uang sudah tidak aktif.

Diberitakan sebelumnya, Qosasi didakwa menerima Rp 40 miliar. Pengakuan tersebut diduga terkait dengan syarat audit BTS Bakti Kominfo.

Dalam sidang pemakzulan, Kamis (7/3/2024), Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap Achsanul telah meminta ganti rugi sebesar 40 miliar kepada Direktur Bakti Kominfo Anang Achmad Latif. Pemberian uang tersebut karena Anang khawatir jika tidak memenuhi permintaan Achsanul maka akan ada penilaian atau temuan yang merugikan proyek BTS 4G.

Penggugat menjelaskan penilaian dan temuan tersebut sebagai biaya tinggi, akurasi yang berlebihan, komunikasi dan informasi yang tidak efektif pada tahun 2021.

Dalam kasus ini, Achsanul didakwa melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) atau Pasal 5 ayat (2) UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1). Pertama KUHP atau pasal 11 UU Tipikor atau pasal 12 b UU Tipikor.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *