Singapura, prestasikaryamandiri.co.id – Banyak warga negara kepulauan itu yang merasa cemas saat terbang, terutama setelah insiden turbulensi parah yang melibatkan Singapore Airlines Penerbangan SQ321 bulan lalu, lapor media Singapura.
Dikatakan bahwa semakin banyak orang di Singapura kini mencari pengobatan untuk aerofobia, atau ketakutan terbang.
Aerophobia berkisar dari kecemasan ringan hingga serangan panik yang sangat parah yang disebabkan oleh pikiran atau peristiwa yang akan terjadi.
Aerophobia menimbulkan beberapa gejala, antara lain sakit kepala, mual, jantung berdebar-debar, atau bahkan berkeringat.
Saat ini, pengidap aerophobia biasanya merasa malu karena terbang dengan pesawat sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Kondisi ini bisa membuat pengidap aerophobia kesulitan mencari pertolongan karena dianggap tabu di masyarakat.
Sejak dua insiden turbulensi yang melibatkan Singapore Airlines dan Qatar Airways, pakar penerbangan mengatakan bahwa turbulensi yang mengakibatkan cedera serius dan kematian sangat jarang terjadi.
Data terbaru yang dikeluarkan International Air Transport Association menilai tahun 2023 merupakan salah satu tahun teraman dalam dunia penerbangan. Hanya satu penerbangan yang mengakibatkan kematian dari sekitar 37 juta penerbangan.
Namun, hal ini belum cukup bagi sebagian orang untuk mendapatkan kembali kepercayaan diri mereka dalam terbang.
Siti Maryam, kepala terapis di Private Space Medical Hospital Singapura, mengatakan rasa takut terbang sebenarnya bisa diatasi.
Terapis biasanya menggunakan berbagai teknik seperti mengungkapkan ketakutan secara verbal dan bahkan menggunakan seni untuk membantu klien mengatasi fobia mereka.
Siti mengatakan, penderita aerophobia bisa merasakan gejala hanya dengan mendengar percakapan tentang perjalanan.
“Jika Anda mengenal seseorang yang mungkin menderita aerofobia, hal terakhir yang ingin Anda lakukan adalah mengurangi rasa takutnya,” tambahnya.
“Saya pikir lebih baik untuk datang dan mendengarkan bagaimana hal ini mempengaruhi mereka untuk mencoba mengelolanya dan melewatinya,” katanya.
Sanvin Kang dari klinik spesialis psikologi Psych Connect menyarankan strategi relaksasi, serta latihan pernapasan dan teknik pengalih perhatian. Dia menambahkan: “Namun, jika ketakutan ini lebih umum terjadi, dan seseorang mengalami pemikiran maladaptif dan percaya pada bencana, serta melebih-lebihkan risikonya, maka mereka mungkin memerlukan lebih dari sekadar pengobatan cepat.”
Dukungan kesehatan mental profesional juga dapat membantu, kata Siti, namun ia mengingatkan bahwa dukungan sosial tetap penting bahkan dengan bantuan profesional.
“Bersikaplah pengertian dan beri mereka ruang jika bisa, beri mereka ruang untuk berbicara, atau bahkan jika mereka tidak mau bicara, tetaplah bersama mereka,” tambahnya.