Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Perceraian merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan semua keluarga. Secara harfiah, perceraian adalah perpisahan atau putusnya hubungan suami istri yang dilakukan oleh suami atau hakim setelah melalui proses pengadilan. 

Perceraian merupakan suatu perbuatan yang dibenci bahkan dilarang dalam suatu agama. Namun jika keadaan rumah tidak dapat dipertahankan dan merugikan salah satu atau kedua belah pihak, maka perceraian diperbolehkan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 463.654 kasus pada tahun 2023. Sedangkan angka perceraian mencapai 516.344 kasus pada tahun sebelumnya.

Ketika terjadi perceraian, selain pembagian harta perkawinan, hak asuh anak juga menjadi persoalan. Mereka memperjuangkan hak asuh dan ada pula yang saling menyalahkan.

Namun bagaimana aturan terkini mengenai hak asuh anak setelah perceraian?

Pasal 45 Undang-Undang 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa orang tua wajib menghidupi dan membesarkan anaknya dengan sebaik-baiknya. 

Sedangkan Pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 menyatakan: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” 

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua orang tua wajib membesarkan, menjaga dan mengasuh anak dalam kandungannya sampai anak tersebut berumur 18 tahun. Undang-Undang Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa kewajiban kedua orang tua tidak berhenti jika terjadi perceraian.

Hak asuh berarti hak untuk mengasuh, mengasuh, mendidik, melindungi, mengembangkan dan mengasuh anak selama anda tinggal bersamanya. UU Perkawinan tidak mengatur siapa yang mempunyai hak asuh atas anak.

Pasal 41 UU Perkawinan menyatakan bahwa ibu dan ayah wajib mengasuh, membesarkan, dan mengutamakan kebutuhan anaknya. Jika timbul perselisihan selama perceraian, pengadilan yang memutuskan.

Ayah menanggung semua biaya hidup dan pendidikan anak, tetapi pengadilan dapat memutuskan apakah ibu dapat mengambil tanggung jawab tersebut atau tidak.

Sedangkan Mahkamah Agung Nomor 102 K/Sip/1973. Putusan kami menyatakan bahwa jika terjadi perceraian maka hak asuh harus diserahkan kepada ibu. Apalagi jika anak tersebut berusia di bawah 12 tahun. Konon anak-anak di usia ini membutuhkan sosok ibu.

Aturan perceraian dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan bahwa anak yang belum berumur 12 tahun atau belum Mumayyiz merupakan hak asuh ibu. Jika Anda berusia di atas 12 tahun atau sudah di bawah umur, Anda berhak memutuskan apakah ibu atau ayah Anda akan merawat Anda. Sedangkan biaya anak ditanggung oleh ayah.

Namun hak asuh anak dapat dialihkan kepada ayahnya. Hal ini pada butir c) Pasal 156 KHI tentang hak asuh anak yang dapat dialihkan kepada ayah apabila ibu tidak mampu menjamin kesehatan jasmani dan rohani anaknya.

Selain itu, jika perceraian karena perselingkuhan ibu, maka hak asuh anak juga jatuh ke tangan ayah. Hal ini terjadi karena ibu dipandang gagal sebagai seorang ibu. Hal itu ada dalam Pasal 34 (2) UU Perkawinan.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *