Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Belakangan ini, jumlah pasien cuci darah anak meningkat di banyak rumah sakit.
Cuci darah atau hemodialisis adalah prosedur medis yang digunakan untuk menggantikan fungsi ginjal pada pasien gagal ginjal berat. Proses ini melibatkan penyaringan darah untuk menghilangkan kelebihan cairan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengungkapkan, sekitar 60 anak rutin berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk cuci darah. Pasalnya, anak-anak tersebut mengalami gagal ginjal.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yaniarso. Meski demikian, Piprim menunjukkan gagal ginjal pada anak tidak meningkat secara tiba-tiba.
“Kenapa banyak anak yang menjalani cuci darah di RSCM, karena ada unit khusus untuk anak. Sementara itu, belum tersedia di rumah sakit lain. Makanya unit khusus ini penuh dengan anak-anak dari berbagai daerah yang punya gangguan ginjal, kata Piprim di Jakarta, baru-baru ini.
Namun pada anak, cuci darah dapat menimbulkan beberapa efek samping. Berikut efek samping cuci darah yang dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (8/8/2024).
1. Tekanan darah rendah Dialisis dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang parah pada pasien. Kondisi ini terjadi karena tubuh kehilangan volume darah atau perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Akibatnya, anak bisa menjadi pusing, lemas, atau tidak sadarkan diri. Pemantauan ketat selama proses dialisis sangat penting untuk mencegah efek samping tersebut.
2. Kelelahan Anak seringkali merasa sangat lelah setelah cuci darah. Proses dialisis membutuhkan banyak energi karena tubuh harus beradaptasi dengan pembuangan cairan dan racun melalui mesin dialisis. Kelelahan ini dapat mengganggu aktivitas anak sehari-hari dan memerlukan masa istirahat untuk pulih.
3. Kram otot Kram otot merupakan masalah umum pada anak yang menjalani cuci darah. Kram ini biasanya terjadi selama atau setelah dialisis dan disebabkan oleh perubahan cepat kadar elektrolit dan cairan dalam tubuh. Regulasi elektrolit yang tepat dan hidrasi yang cukup dapat membantu mengurangi risiko kram otot.
4. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit seperti natrium, kalium dan kalsium. Elektrolit ini diperlukan untuk fungsi tubuh normal, dan ketidakseimbangan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti aritmia jantung, kelemahan otot, dan kejang. Pemantauan elektrolit secara teratur diperlukan untuk mengatasi efek samping tersebut.
5. Infeksi Risiko infeksi meningkat, terutama pada tempat akses darah seperti kateter atau fistula. Jika kebersihan dan sterilisasi tidak dijaga dengan baik, bakteri bisa masuk ke aliran darah. Penting untuk melakukan perawatan rutin dan pembersihan area akses darah untuk mencegah infeksi.
6. Sleep apnea dapat mengganggu tidur anak. Ketidaknyamanan fisik saat cuci darah atau efek samping obat yang digunakan dapat membuat anak sulit tidur. Gangguan tidur ini dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kesehatan anak secara keseluruhan.
7. Mual dan Muntah Beberapa anak mungkin mengalami mual atau muntah sebagai respons terhadap prosedur dialisis atau perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. Situasi ini bisa sangat tidak nyaman dan mempengaruhi perilaku anak.
8. Gatal : Gatal sering dirasakan oleh anak cuci darah. Kondisi ini menyebabkan penumpukan racun yang tidak terbuang sempurna atau kadar zat dalam darah berubah. Perawatan untuk ruam ini mungkin termasuk penggunaan emolien kulit dan pola makan yang tepat.
9. Anak-anak yang menjalani cuci darah mungkin mengalami penurunan berat badan. Penurunan ini disebabkan oleh kekurangan makanan atau perubahan pola makan akibat cuci darah. Nutrisi yang baik dan dukungan ahli gizi sangat penting untuk memastikan anak tetap mendapat asupan makan yang cukup.
10. Masalah pertumbuhan Cuci darah dalam jangka panjang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Hal ini dapat disebabkan secara langsung oleh gangguan makan atau tidak langsung oleh dampak kesehatan lainnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sangat penting untuk memantau tumbuh kembang anak secara berkala, serta melakukan intervensi gizi yang tepat.