Mamuju Tengah, prestasikaryamandiri.co.id – Hari pertama masuk sekolah menjadi saat yang paling dinantikan para siswa baru. Seringkali, mereka berangkat ke sekolah dengan mengenakan baju dan seragam baru di hari pertama sekolah.
Namun berbeda dengan Muhammad Firdaus (7 tahun), siswa baru Sekolah Dasar (SD) Inpress Desa Ko, Kecamatan Bangali, Kabupaten Mamuju Tengah (Mating), Sulawesi Barat (Solbar). Ia terpaksa memakai sandal bekas ke sekolah karena orang tuanya tidak mampu membeli sandal baru.
Selain tidak bisa membeli sepatu, seragam sekolah Ferdous yang dikenakannya di hari pertama sekolah juga dicicil oleh orang tuanya.
Namun semangat Firdous terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi. Tercatat, saat Firdaus bersekolah, seperti anak-anak lainnya, Firdaus juga ikut bergabung dengan teman-temannya.
Namun Firdaus terkadang terlihat kesepian jauh dari teman-temannya yang berseragam sekolah lengkap. Firdaus terlihat tidak percaya diri dengan sandal yang dikenakannya.
Dari keempat saudara laki-laki saya, hanya Firdaus yang berkesempatan bersekolah. Pada saat yang sama, saudara-saudara lainnya harus berhenti bersekolah karena kondisi ekonomi yang menindas mereka.
Firdaus menjadi satu-satunya harapan untuk mengubah masa depan keluarganya melalui pendidikan.
Orang tua Firdous bekerja sebagai buruh harian dan pedagang sayur jalanan dan hasil kerja keras orang tuanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ibu Firdaus, Siti Asia, mengatakan Firdaus harus memakai sandal ke sekolah karena tidak mampu membelikan sepatu untuk anaknya, meski takut memakai sandal namun terpaksa karena tidak mau. Mereka punya uang.
“Uangku tidak cukup untuk membelikan sepatu untuk anakku, jadi aku memakai sandal dulu. Disiplin atau tidak, sebenarnya aku takut karena aku mulai sekolah, tapi aku tidak punya sepatu karena aku tidak punya. tidak punya sepatu.” “Saya tidak punya uang,” kata Asia kepada prestasikaryamandiri.co.id, Senin (15/7/2024).
Ia menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia berjualan sayur mayur dan tidak mengetahui penghasilannya. Sedangkan suaminya bekerja paruh waktu.
“Saya berjualan tahu dan tempe, berjualan sayur dengan sepeda, sehari kadang dapat Rp 100.000, kadang tidak, dan hanya uang hasil penjualannya yang kembali,” ujarnya.