Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Kabar kebangkrutan santer terdengar setelah perusahaan publik dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), ditempatkan di bawah badan pengawas khusus (PPK).

William Hartanto, pendiri WH Project, kecewa dengan kebijakan Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait masalah ini karena BREN dinilai tinggi di luar negeri.

Faktanya, BREN sangat disegani di luar negeri, namun tidak di dalam negeri. Padahal, perlu kita ketahui bahwa BREN tidak termasuk dalam LQ45, bahkan merupakan perusahaan terkemuka di Indonesia, kata dia. William Hartanto dalam acara Investor Market Today di IDTV, Jumat (31/5/2024).

Menurut William, peningkatan akumulasi investor asing terhadap saham BREN terjadi sebelum emiten tersebut masuk indeks internasional Russell Financial Times Stock Exchange (FTSE).

Pendiri Creative Trading System, Argha Jonatan Karo Karo mengungkapkan, investor asing sudah beberapa bulan memadati BREN, dan kemudian harga saham BREN naik.

“Tidak ada bedanya dengan BBCA, BRRI, BMRI yang selalu naik ketika pendatang masuk, sekarang turun ketika penduduk lokal masuk,” kata Argha.

Karena itu, keduanya mempertanyakan masuknya BREN ke dalam dewan pemantau khusus dengan alasan suspensi lebih dari satu hari.

“Kalau bicara kenaikan dua minggu terakhir saat BREN disuspensi, masih banyak saham-saham di bursa mata uang dalam negeri yang harganya lebih tinggi dari BREN. Mungkin itu kesalahan, atau kenapa BREN diabaikan, tidak dimasukkan. di merek-merek besar di Indonesia, meski di luar negeri dikenal sebagai saham di FTSI, kata Argha.

Di sisi lain, penerapan sistem perdagangan penuh waktu (FCA) di badan pengawas khusus BEI dinilai banyak kalangan merusak kepercayaan investor terhadap pasar modal Tanah Air.

Pendiri Stocknow.id, Hendra Wardana, mengatakan kebijakan FCA dapat menurunkan kepercayaan investor terhadap integritas pasar, karena investor mungkin berpikir bahwa keputusan investasinya akan terlalu terpengaruh oleh intervensi kebijakan yang tidak terduga. Hal ini menambah ketidakpastian dan volatilitas pasar, sehingga sulit diprediksi dan meningkatkan risiko investasi.

Hendra menilai FCA dapat merusak kondisi pasar yang sehat dan transparan dengan menciptakan perbedaan harga yang seharusnya ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan atau pasar.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *