Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Pengamat Haji Universitas Islam Negeri (UIN) Ade Marfudin menanggapi usulan Komisi VIII DPR soal pembentukan Kementerian Haji terpisah dari Kementerian Agama.

Ade mengatakan pemisahan ini bisa membantu meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), karena selama ini negara memberikan subsidi kepada jemaah haji dan juga membiayai petugas haji.

“Mengurangi nilai APBN Haji karena tidak lagi menggunakan subsidi APBN karena sudah dikelola oleh instansi tersendiri sehingga nilai efisiensi dimasukkan dalam pengurangan biaya keberangkatan jemaah haji,” kata Ade kepada Beritasatu. .com melalui pertemuan virtual pada Senin (10/6/2024).

Sejak tahun 2022, pemerintah Indonesia memberikan subsidi biaya haji yang diambil dari manfaat finansial haji sebesar Rp41.053.216,24 untuk setiap jamaah.

Selain itu, dilansir dari laman Kementerian Agama, penyelenggara haji Indonesia, baik yang tergabung dalam kelompok terbang (globe) maupun non-globe, sepenuhnya didanai oleh APBN. Hal ini menegaskan bahwa biaya operasional haji tidak diambil dari dana jamaah, melainkan dari APBN sehingga menambah beban APBN setiap tahunnya.

“APBN sudah pasti mengalami penurunan sehingga berdampak pada menurunnya nilai APBN di bidang keagamaan khususnya haji. Namun APBN tersebut akan tetap ada karena dikhususkan untuk pembinaan petugas haji. Jamaah haji, melainkan dari kehadiran negara menyiapkan petugas yang baik dan profesional, yang dilatih sebelum berangkat,” lanjutnya.

Di mata Ade, terdapat dualisme pengelolaan haji di Indonesia, yakni antara Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dualisme inilah yang seringkali menyebabkan pengelolaan haji tidak berjalan harmonis. Ketidaksesuaian kedua lembaga ini menjadi salah satu alasan penting Ade mendukung pembentukan Kementerian Haji tersendiri.

“BPKH dan Kementerian Agama harus bekerja secara harmonis dan sinkron, yang satu berperan sebagai lembaga keuangan dan yang satu lagi sebagai organisator,” kata Ade.

Menurut Ade, BPKH seringkali tidak menerima transparansi dari legislator dan kementerian dalam pembahasan anggaran. Kurangnya transparansi inilah yang menjadi kendala besar terciptanya harmonisasi antara BPKH dan Kementerian Agama, yang pada akhirnya berdampak pada efisiensi pengelolaan dana haji.

“Sebaliknya, menurut saya, ada harmonisasi antara keduanya. Misalnya, ketika BPIH atau BIPIH ditetapkan setiap tahun oleh pemerintah dan diusulkan oleh Kementerian Agama, maka harus ada pembahasan internal antar pihak. kedua BPKH dan Kementerian Agama untuk memastikan keselarasan dan koordinasi yang lebih baik,” jelas Ade.

Tingginya minat masyarakat Indonesia untuk menunaikan ibadah haji juga menjadi faktor penting. Dengan jumlah jemaah yang besar, dana yang dikelola menjadi sangat signifikan. Ade meyakini pembentukan Kementerian Haji tersendiri dapat membantu mengoptimalkan pengelolaan dana dan layanan jemaah haji, serta memastikan penggunaan anggaran lebih transparan dan efisien.

“Siklus ibadah haji dan umrah terus berjalan dengan dukungan dana simpanan yang sangat besar, sekitar Rp 173 triliun, dan antrian sekitar 5,3 juta orang. Minat yang besar ini, dengan segala kerumitannya, menjadi perhatian penting pemerintah. Pisahkan aturannya. “Ibadah haji menjadi kementerian atau lembaga tersendiri, pelaksanaan dan pembinaan ibadah haji bisa lebih fokus dan terarah,” pungkas Ade.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *