Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Pemerintah bisa menerapkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% efektif 1 Januari 2025, tanpa perlu merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. (UU HPP) Ditunda. 

Sebab, dalam UU Pembangkit Listrik, pemerintah diberikan ruang untuk mematok pajak pertambahan nilai pada kisaran 5 hingga 15 persen.

“UU HPP tidak perlu direvisi,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolphy OFP di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/20), karena prosedurnya sudah diatur (UU 2024). ).

Dolphy mengetahui sebagian besar masyarakat menolak kenaikan PPN hingga 12% padahal kenaikan tersebut diamanatkan UU HPP. Menurut Dolphy, situasi perekonomian saat UU HPP dirancang pada 2021 berbeda dengan saat ini.

“Jadi ketika kami menyusun undang-undang ini, situasi perekonomian berbeda dengan keadaan saat ini, sehingga ketika kami menyusun APBN 2025 pada bulan September, kami meminta pemerintah untuk mengkaji ulang apakah tarif 12 persen bisa ditunda atau tidak,” kata Delphi.

Anggota DPR dari PDIP itu mengatakan: “Sepertinya pemerintah telah memilih opsi menunggu pemerintahan baru untuk memutuskan kebijakan di masa depan.”

Untuk itu, Komisi XI DPR dan Fraksi PDIP masih menunggu keputusan pemerintah mengenai penerapan kenaikan PPN menjadi 12%. 

Menurut dia, UU Pembangkitan memungkinkan pemerintah mengubah kenaikan pajak pertambahan nilai. Perubahan tersebut bergantung pada penilaian pemerintah terhadap situasi saat ini dan harus mendapat persetujuan DPR.

Dolphy menyimpulkan, “Nah, posisi kami di DPR menunggu kebijakan pemerintah apakah tetap menerapkan PPN 12% atau menurunkan tarifnya. Karena undang-undang memperbolehkan kami menurunkannya dengan meloloskan DPR untuk menerbitkannya.”

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *