Hari Toleransi Internasional diperingati setiap tanggal 16 November. Peringatan seperti ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pentingnya toleransi dan hidup berdampingan. Lebih jauh lagi, harus mendorong tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai toleransi dan hidup berdampingan secara damai.
Islam sebagai agama menjadikan toleransi sebagai salah satu ajaran terpentingnya. Sayangnya Islam hadir sebagai agama dunia karena menghargai keberagaman. Untuk menjadi agama yang penuh rahmat, Islam menganjurkan pengamalan taaruf yang berarti membuka pintu dialog dan komunikasi untuk menghargai perbedaan.
Uni Emirat Arab (UEA) adalah negara Islam yang fokus pada toleransi dan hidup berdampingan di Timur Tengah. UEA mendirikan Kementerian Toleransi dan Hidup Berdampingan (Wazarah al-Tasamuh wa al-Ta’ayusy/WTT) untuk pertama kalinya dengan Nahyan bin Mubarak Al Nahyan sebagai menterinya.
WTT UAE mempunyai visi, misi dan nilai-nilai yang patut ditiru. Apalagi dalam konteks masyarakat Indonesia yang lebih beragam. Kementerian ini mengadvokasi keberagaman dan pluralisme, upaya dialog dan hidup berdampingan, hak asasi manusia, persahabatan dan komunikasi, toleransi, ketertiban dan keamanan, kebaikan dan gotong royong, kebahagiaan positif dan pembangunan nasional.
Program unggulan WTT UAE diawali dengan penguatan peran keluarga dalam membangun toleransi di masyarakat. Hal ini sejalan dengan program pemerintah yang bertujuan memperkuat toleransi. Untuk memaksimalkan peran generasi muda dalam memperkuat toleransi dan mencegah radikalisme dan ekstremisme, maka tempat penting diberikan kepada generasi muda yang terlibat di setiap bidang.
Pemerintah memproduksi konten budaya untuk mengedepankan nilai-nilai toleransi, mendorong penerimaan terhadap perbedaan dan keberagaman, serta menolak segala bentuk diskriminasi, rasisme, kekerasan, kebencian, dan ekstremisme. Nilai-nilai tersebut disebarkan melalui berbagai media untuk mengajak masyarakat mempraktikkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
Pemerintah juga berkomitmen menjadi contoh toleransi dan keharmonisan di dunia internasional. Program, kursus dan pelatihan juga dilaksanakan untuk mendidik masyarakat yang dapat berkontribusi dalam penghapusan masalah intoleransi. Kewajiban tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing negara secara global.
Indonesia sebenarnya adalah negara besar dengan sejarah toleransi yang panjang. Sebelum masuknya Islam, masyarakat Indonesia memahami pentingnya toleransi dan hidup berdampingan. Semangat mereka dikenal dalam satu ungkapan, kesatuan dalam keberagaman, ika tan hana dharma mangrva. Agama Hindu, Budha dan agama lokal hidup berdampingan di bawah kerajaan Majapahit.
Ketika Islam masuk, Valisongo juga memperkenalkan ajaran toleransi dan hidup berdampingan. Sunan Ampel mengajarkan prinsip Angjawi, yang menyatakan bahwa untuk menjadi seorang muslim harus pribumi. Candi Borobudur, Candi Prambanan dan lain-lain tetap kokoh dan megah di bawah Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang, Kesultanan Mataram, Kesultanan Kasunanan Surakarta, dan Kesultanan Yogyakarta.
Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Bonang adalah cerita lain yang menggunakan budaya dan seni sebagai sarana dakwah. Sunan Muria menyusun cerita dan alur, kemudian Sunan Kalicaga menampilkannya dalam pertunjukan wayang. Sedangkan Sunan Bonang menciptakan alat musik gamelan.
Islam ala Walisongo merupakan pilar toleransi dan hidup berdampingan di nusantara. Semua itu tidak lain dan tidak bukan, karena Al-Qur’an juga menyebutkan perbedaan kelompok sosial dalam suatu bangsa. Setidaknya ada sembilan item yang merujuk pada makna toleransi dan hidup berdampingan; Qum (383x), Ummah (51x), Syuub (1x), Qabail (2x), Firgoh (29x), Tuyfa (24x), Hizb (20x), Fauz (5x) dan Ahli (124x).
Ahli tafsir Ar-Raghib Al-Ashfihani (w. 1108) menyatakan dalam “Mufradat fi Gharib al-Qur’an” bahwa ciri-ciri masyarakat majemuk seperti itu tidak terdapat pada masyarakat Arab. Namun, bagaimana Al-Quran dapat mengkategorikan dan mengelompokkan karakter masyarakat majemuk merupakan sebuah pertanyaan yang membingungkan mengenai kemukjizatan Al-Quran itu sendiri.
Menjawab pertanyaan Al-Raghib Al-Ashfihani, penulis yakin Al-Quran mampu menjawab tentang negara dengan 17504 pulau, 1340 suku, 742 bahasa, 5 agama besar, dan 126 kepercayaan lokal. Setidaknya demikian kesimpulan diskusi budaya dan keberagaman di ruang konferensi UIN Sunan Kalijaga.
Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto telah mengambil langkah maju khususnya untuk menerjemahkan semangat Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwan. Presiden membentuk Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Umat Beragama dan Pembangunan Umat Beragama (UKP) untuk mendorong toleransi dan hidup berdampingan, serta mengatasi tantangan intoleransi, diskriminasi, dan ekstremisme.
UKP meyakini program toleransi dan hidup berdampingan harus dimulai di ruang publik, khususnya di lembaga pendidikan dan tempat ibadah. Lembaga mempunyai peran yang lebih besar dalam menanamkan semangat toleransi dan koherensi dengan menciptakan zona toleransi dan non-diskriminasi. Demikian pula peran tempat ibadah dapat dimaksimalkan untuk tujuan toleransi dan hidup berdampingan.
Selain itu, keterlibatan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, juga penting untuk menciptakan narasi positif guna menciptakan lingkungan yang mendukung di era digital. Jurnalisme moderat berfokus pada penciptaan narasi yang ditujukan kepada generasi muda, agar mereka tidak mudah terbebani oleh arus informasi yang tak tertahankan.
Langkah yang tidak kalah penting adalah evaluasi program yang ketat di tingkat pusat, kecamatan, desa, dan desa. Evaluasi dilakukan secara bersama-sama, termasuk bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan di tingkat nasional dan internasional. Dengan cara ini, Indonesia dan negara-negara lain akan menjadi contoh toleransi dan hidup berdampingan.