Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Analis pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mempertanyakan masuknya saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) ke dalam Badan Pemantau Khusus (PPK). Pasalnya, saham-saham yang termasuk dalam PPK biasanya berasal dari perusahaan yang bermasalah. Sementara kapitalisasi pasar (market cap) BREN saat ini menduduki peringkat pertama bahkan menyalip saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Hal ini menunjukkan betapa besarnya minat investor terhadap saham tersebut.

“Tidak ada masalah dari pihak perusahaan (BREN),” kata Taegu Hidayat, Jumat (31/05/2024) seperti dikutip Investor Daily.

Aturan PPK tersebut mengatur 11 kriteria saham dalam pengawasan khusus, salah satunya berdasarkan penilaian subyektif Bursa Efek Indonesia (BEI). Kenaikan harga saham BREN yang sangat tinggi dinilai tidak wajar dan biasanya tergolong aktivitas pasar abnormal (UMA). Namun saham BREN belum ditetapkan sebagai UMA, meski harga sahamnya sudah naik lebih dari 1.000% sejak IPO.

“Saham lain yang tumbuh 4-5 kali lipat biasanya langsung ke UMA, tapi tidak ke BREN. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa BEI tidak menggunakan mekanisme pengawasan yang sama seperti saham-saham lain?” ujarnya.

Taegu menambahkan, masuknya saham BREN ke PPK juga bukan berarti perseroan mengalami permasalahan mendasar, melainkan sahamnya bergerak tidak normal. Dalam hal ini, BEI menerapkan aturan yang ada, meski bagi investor mungkin terasa aneh jika saham-saham dengan kapitalisasi pasar seperti BREN berada dalam kendali khusus. Efektivitas penerapan PPK di Indonesia juga dipertanyakan. Taegu mengatakan, penerapan pemantauan inventaris di luar negeri berbeda dengan di Indonesia.

PPK sejak awal ditolak investor karena menyebabkan saham-saham murah semakin terpuruk. BREN sendiri sudah menjadi sorotan sejak IPO. Dalam waktu kurang dari sebulan, nilai saham meningkat 10 kali lipat.

“Harus ada mekanisme UMA atau suspensi jika terjadi kenaikan yang tidak wajar tersebut,” ujarnya.

Dia menilai mekanisme pengawasan BEI terhadap saham BREN sudah terlambat. Suspensi dan UMA yang biasa diterapkan pada saham lain, tidak berlaku bagi BREN hingga saham tersebut masuk PPK setelah harganya naik.

Tegu memandang BEI perlu memperbaiki kriteria identifikasi sumber daya yang berada dalam penguasaan khusus. Langkah-langkah yang bertujuan melindungi investor harus diambil sebelum, bukan setelah, saham sudah meroket.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *