Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan berupa dugaan pungutan liar (pungli) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Selatan. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mendesak Pemkab Raja Ampat melaporkan temuan tersebut ke Tim Saber Pemerasan Kemenko Polhukam.
Informasi yang kami peroleh dari rekan-rekan Korsup (koordinasi dan supervisi) didorong ke pemerintah daerah untuk dilaporkan ke Tim Pers dan Sabre Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, dikutip pada hari Senin. 15/7/2024).
Hingga saat ini, belum ditemukan adanya dugaan keterlibatan penyelenggara negara dalam praktik pungutan liar, sehingga Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) belum melakukan proses hukum lebih lanjut. Komite Pemberantasan Korupsi hanya berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam menangani hal tersebut. “Informasinya didorong untuk dilaporkan di sana. “Sampai saat ini KPK belum bergerak,” kata Tessa.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan menemukan dugaan pemerasan masyarakat terhadap wisatawan di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Nilainya dinilai mencapai angka yang besar. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, setiap kapal wisata yang menuju lokasi penyelaman diminta membayar Rp100.000 hingga Rp1 juta per perahu.
“Di wilayah Wayag sendiri sedikitnya sudah tiba 50 kapal sehingga potensi penerimaan pungutan liar ini mencapai Rp 50 juta per hari dan Rp 18,25 miliar per tahun,” kata Ketua Satgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria, dikutip Rabu. (10/7/2024).
Tak hanya itu, KPK menemukan dugaan pungutan liar berupa pembayaran tanah kepada hotel-hotel di pulau tersebut dan ketidakjelasan aturan pengelolaan sampah hotel. Komisi Pemberantasan Korupsi juga mendesak Pemerintah Kabupaten Raja Ampat segera menyelesaikan masalah ini dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.