Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghalangi kepergian oknum swasta berinisial MS yang terlibat kasus korupsi mantan Gubernur Malut Abdul Ghani Kasuba.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengatakan, tindakan pencegahan itu untuk kepentingan penyidikan.

Tim penyidik ​​menilai diperlukan informasi dari salah satu pihak swasta Kemenkeu terkait perkembangan suap Abdul Gani Kasuba, sehingga telah diajukan permohonan pencegahan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. mempercepat proses penyidikan,” ujarnya, Rabu (8/5/2024) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Ali menjelaskan, larangan bepergian tersebut akan berlaku hingga enam bulan ke depan dan dapat diperpanjang berdasarkan kebutuhan tim penyidik.

Juru Bicara KPK yang berlatar belakang penuntutan itu juga mengingatkan narasumber soal kerja sama dalam memenuhi panggilan tim penyidik.

Seiring berkembangnya penyidikan kasus korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin, 6 Mei 2024 mengumumkan telah menetapkan dua tersangka baru dalam serangkaian kasus.

Kedua tersangka merupakan pihak pemerintah dan pihak swasta di lingkungan Pemprov Malut.

Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik ​​Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan informasi dan data yang menjadi bukti baru adanya pihak lain yang menyuap Abdul Gani Kasuba.

Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya menetapkan Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba (AGK) sebagai tersangka kasus suap pembelian barang dan jasa serta perizinan proyek di lingkungan Pemprov Malut.

Penyidik ​​KPK pun langsung menangkap Abdul Ghani Kasuba dan lima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Desember 2023.

Tersangka lainnya adalah Kepala Perumahan dan Permukiman Provinsi Malut Adnan Hasanuddin (AH), Kepala PUPR Pemprov Maluku Dawood Ismail (DI), Asisten Pemprov Malut Ridwan Arsan (RA). Gubernur Ramadhan Ibrahim (RI) serta pihak swasta Stevie Thomas (ST) dan Christian Voisin (KW).

Atas perbuatan donatur ST, AH, DI dan KW tersebut, diduga telah terjadi pelanggaran Pasal 5 Ayat 1 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20. 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Tahun 2001

AGK, RI, dan RA yang diduga sebagai penerima manfaat diduga melanggar Pasal 12 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *