Banda Aceh, prestasikaryamandiri.co.id – Ketua PBNU Gus Yahya berharap Aceh bisa menjadi pintu gerbang Indonesia karena menjadi garda depan perekonomian dan perekonomian di tengah tantangan pintu gerbang dunia.
“Sekarang dikenal dengan Balkon Mekkah. Gus Yahya pernah ke Banda Aceh ke Persatuan Ulama Aceh Daya,” laporan Senin (7 Januari 2024) dikutip dari HUDA: “Kita harus berjuang agar Aceh bisa memainkan perannya. sebagai pintu gerbang ke Indonesia
Dikatakannya, Aceh harus menjadi pintu gerbang Indonesia karena merupakan benteng utama, benteng dan pintu gerbang perekonomian Indonesia. Abdulrahman Wahid (Gus Dur) bahkan bersikeras agar pelabuhan dibuka di Sabang, Aceh.
Dalam situasi seperti ini, Aceh membutuhkan integrasi negara Indonesia untuk dapat memadukan sumber daya tanpa menjaga fokus Aceh,” kata Gus Yahya.
Gus Yahya berpesan kepada masyarakat Aceh untuk segera membuka. Arab Saudi bisa menjadi contoh negara yang dulunya sangat tertutup, kini mulai terbuka terhadap perubahan internasional.
“Dulu Arab Saudi sangat tertutup dan warganya tidak bisa berpartisipasi langsung dalam pembangunan internasional. Namun, belakangan mereka menyadari bahwa warganya akan tersesat dalam gelombang internasional. Sekarang mereka khawatir,” kata Gesh Yahya.
Oleh karena itu, Aceh harus melihat konvergensi global sesegera mungkin. Pasalnya, jika terjadi gelombang ekonomi besar maka dampaknya akan lebih parah dibandingkan tsunami Aziz.
“Saya kira Aceh harus berpikir ke depan. Karena gelombang yang datang sangat rumit, maka Aceh harus siap menghadapinya. Ketika Aceh bisa menjadi pintu gerbang Indonesia, maka Aceh bisa bertahan,” kata Yahya.
Gus Yahya mengatakan tantangan perekonomian global yang dihadapi Indonesia semakin meningkat. Perekonomian mulai berubah dan segera didominasi oleh negara-negara di Pasifik dan Samudera Hindia. Nantinya kita akan melihat ekspansi ekonomi yang pesat, dimulai dari Afrika dan Timur Tengah dan bergerak melalui Pasifik dan Samudera Hindia, kata Gus Yahya.
Gus Yahya mengatakan pada tahun 2016, dirinya merupakan satu-satunya pengorganisir massa yang diundang oleh British Indo-Pacific Committee. Saat itu, langkah-langkah strategis di Samudera Hindia dan Pasifik, termasuk transportasi ekonomi, mulai dibahas secara mendalam oleh para diplomat tinggi Dewan.