Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Ketua Umum Retail Global Affiliate (Agra) Indonesia Roy N Mandey menyatakan pemerintah menilai rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen dari sebelumnya 11 persen tidak memberikan manfaat yang signifikan. untuk negara.
Roy menjelaskan, berdasarkan proyeksi penerimaan PPN pada tahun 2023, kenaikan sebesar 1 persen hanya akan meningkatkan penerimaan negara sekitar Rp70 triliun-75 triliun. Namun jumlah tersebut dinilai belum cukup untuk memenuhi kebutuhan anggaran pemerintah, apalagi perlu memberikan bantalan sosial bagi masyarakat akibat kenaikan PPN sebesar 12 persen.
“Dalam kenaikan satu persen itu pasti ada bantalan (kebutuhan) bagi masyarakat. Uangnya kembali untuk memberikan bantuan,” kata Roy menanggapi rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen di Kantor B-Universe. PIK 2, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Roy menyoroti berbagai alokasi anggaran yang akan dipenuhi pemerintah pada tahun 2025, di antaranya program pangan gratis bergizi sebesar Rp71 triliun, serta program kementerian dan lembaga lain yang terus meningkat.
“Jadi apa gunanya (kenaikan PPN 12 persen) kalau efeknya tidak sesuai dengan kebutuhan. Padahal, seharusnya pemerintah juga mengeluarkan dana untuk bantuan sosial,” imbuhnya.
Roy menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang rencana kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Menurut dia, ada alternatif lain untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.
Beberapa langkah yang diusulkan Roy antara lain pengesahan UU Perampasan Aset untuk memanfaatkan pendapatan hasil korupsi yang ratusan triliun. Kehilangan aset akibat perjudian online juga mempunyai potensi penghasilan yang besar. “Kebijakan kenaikan PPN sebesar 12 persen bukan satu-satunya solusi. Pemerintah harus menunjukkan sense of krisis dan menghindari kebijakan yang terkesan arogan,” tegas Roy.
Kenaikan PPN sebesar 12 persen dinilai berpotensi menimbulkan efek domino terhadap daya beli masyarakat dan sektor ritel. Dengan berkurangnya daya beli, maka pertumbuhan ekonomi bisa menurun, sehingga manfaat yang diharapkan dari kebijakan ini akan berkurang.
Roy mengingatkan pentingnya pendekatan pengelolaan APBN yang lebih inklusif dan inovatif, sehingga tidak membebani masyarakat dengan kenaikan PPN sebesar 12 persen.