JAKARTA, prestasikaryamandiri.co.id – Deteksi dini dan pengenalan gejala pneumonia dapat mencegah kematian pada anak. Oleh karena itu, orang tua harus mendapatkan pendidikan yang baik agar dapat membawa anaknya ke fasilitas kesehatan pada saat ia terserang pneumonia.

Wahyuni ​​​​Indawati, dokter spesialis anak sekaligus anggota Kelompok Kerja Koordinasi Pernafasan (UKK) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengatakan jika orang tua tidak memberikan edukasi yang baik tentang gejala pneumonia, mereka mungkin menyadari bahwa hal tersebut tidak terjadi pada anaknya. mengalami kesulitan bernapas.

“Kita tahu pneumonia kebanyakan disebabkan oleh infeksi, jadi pasti ada gejala infeksinya. Misalnya demam, anak lemas, lesu, nafsu makan hilang,” ujarnya kepada media online pada Hari Pneumonia Sedunia. Pertemuan. Departemen Kesehatan, Senin (11/11/2024).

“Jika Anda sesak napas dan dinding dada terasa tertarik saat bernapas, segera periksakan ke penyedia layanan kesehatan (dokter atau rumah sakit),” kata Vaughn.

Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru (dalam waktu dua minggu) yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit. “Kebanyakan disebabkan oleh bakteri dan virus,” kata Vaughn.

Ketika bayi dan anak-anak terinfeksi pneumonia, paru-paru akan terkena dampaknya, menyebabkan kesulitan bernapas dan akibat paling umum adalah kematian.

Pada anak kecil, seperti bayi, gejalanya kurang spesifik. Misalnya, anak mungkin tampak lemah, lesu, dan gelisah. Hal ini karena semakin muda usia anak, semakin kecil kemungkinan mereka mengalami gejala infeksi.

Selain itu, gejala spesifik pneumonia juga dapat dilihat pada gejala pernafasan, mengingat penyakit ini menyerang sistem pernafasan. Contohnya seperti batuk, pilek, anak sesak napas, dan anak mencoba bernapas dengan menarik dinding dada ke dalam.

Varhoni menjelaskan, orang tua sebaiknya bisa mendeteksi apakah bayi bernapas terlalu cepat dengan menghitung berapa kali bayi mengambil napas. Anak usia di bawah dua bulan mempunyai frekuensi pernapasan lebih cepat yaitu 60 kali per menit, anak usia 2 hingga 11 bulan memiliki frekuensi pernapasan 50 kali per menit, anak usia 1 hingga 5 tahun memiliki frekuensi pernapasan 40 kali per menit, dan anak di atas 5 tahun mempunyai frekuensi pernapasan 50 kali per menit. 30 napas per menit.

Sementara itu, anak-anak berusia lima tahun ke atas juga bisa mengalami gejala serupa, namun tingkat keparahannya lebih ringan. Anak-anak berusia lima tahun ke atas juga sering mengalami nyeri pernapasan, sakit kepala, dan nyeri otot.

“Pada anak-anak yang lebih besar, kami biasanya merekomendasikan rontgen karena kami khawatir kondisi mereka akan menjadi lebih parah,” tambah Vaughn.

Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Yudhi Pramono menambahkan, data BPJS Kesehatan tahun 2023 menunjukkan pneumonia menduduki daftar penyakit pernapasan dengan beban ekonomi tertinggi. Secara khusus, biaya yang dikeluarkan untuk pneumonia adalah sekitar Rp8,7 triliun, lebih tinggi dibandingkan biaya pendanaan untuk tuberkulosis (sekitar Rp5,2 triliun).

Melihat data tersebut, Youdi menilai perlunya menarik perhatian masyarakat untuk mencegah pneumonia. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan ASI eksklusif selama enam bulan, menghindari rokok, mencuci tangan secara teratur, memastikan ventilasi yang memadai di rumah, dan memberikan vaksin konjugasi pneumokokus (PCV) kepada anak tepat waktu.

“Jika anak mengalami batuk atau sesak napas, segera berobat. Segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan perawatan,” kata Yudi.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *