Serang, prestasikaryamandiri.co.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan kelas menengah tidak berperan besar dalam penerimaan pajak negara. Secara persentase, kelas menengah hanya menyumbang 1% pajak. Idealnya, di negara-negara maju, pajak individu didukung oleh pajak negara.
“Kelas menengah itu orang pribadi dan pajaknya dibayar orang pribadi. Kalau kelas menengah itu orang pribadi, kontribusinya tidak besar, hanya sekitar 1% saja, kata Direktur Cabang Administrasi Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Muchamad Arifin pada Media Meeting APBN 2025 di Anyer.
Ariffin menjelaskan, masyarakat kelas menengah membayar pajak yang relatif lebih rendah karena banyak dari mereka yang bekerja di sektor informal.
Pekerja sektor informal tidak terdaftar dalam sistem perpajakan. Misalnya, masyarakat yang bekerja di UMKM tidak masuk dalam sistem perpajakan. Begitu pula ketika suatu badan usaha didirikan, ia harus mendaftarkan izin tempat usaha agar dapat berintegrasi dengan sistem perpajakan, karena harus merupakan pengusaha kena pajak.
“Banyak perorangan swasta di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah yang biasanya sangat informal dan tidak masuk dalam sistem perpajakan. Berbeda dengan badan komersial yang harus didaftarkan terlebih dahulu,” jelas Ariffin.
Dengan menyelaraskan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pemungut pajak akan lebih mudah menelusuri jumlah masyarakat kelas menengah. Melalui pencocokan ini, petugas pajak dapat mengidentifikasi individu yang tidak memiliki NPWP dan tidak patuh pajak.
“Makanya ketika NIK digabung dengan NPWP pada awal tahun 2025, inti sistem pengelolaan perpajakan sudah berjalan lalu datanya digabung menjadi satu lalu digabung. Makanya kami menemukan individu yang berpenghasilan NPWP sudah tidak punya NPWP lagi,” dia dikatakan. ujar Arifin.