Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) melaporkan 535 kecelakaan kereta api atau “tempera” yang melibatkan kendaraan atau orang di perlintasan kereta api sepanjang Januari hingga Agustus 2024.

“Antara Januari hingga Agustus 2024, terdapat 535 kasus pengerasan jalur dan perlintasan kereta api,” kata Sekretaris Perusahaan KAI Raden Agus Dwinanto, Selasa (10/1/2024).

Raden Agus menjelaskan, pada tahun 2023 terdapat 774 kasus tabrakan, dan pada tahun 2022 jumlahnya mencapai 738 kasus.

“Tujuan utama KAI adalah untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya yang mungkin timbul jika melanggar aturan di perlintasan sebidang dan jalur kereta api,” tegasnya.

PT KAI menyatakan keprihatinannya atas banyaknya pelanggaran di perlintasan kereta api yang kerap berujung pada kecelakaan lalu lintas.

Demi keselamatan yang lebih baik, KAI menekankan pentingnya kesadaran dan kepatuhan pengguna jalan terhadap aturan yang berlaku.

Agus menambahkan, saat ini total ada 3.693 perlintasan kereta api di Pulau Jawa dan Sumatera. Dari jumlah tersebut, 2.966 resmi, dan 727 lainnya tidak resmi.

Dari seluruh perlintasan, hanya 1.883 perlintasan atau sekitar 50,98% yang dilindungi, dan 1.810 titik lainnya dilindungi, yang tentu saja meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.

Selain itu, ia menyatakan KAI terus giat menutup perlintasan sebidang untuk menjamin keselamatan operasional kereta api.

“Pada tahun 2023, KAI menutup 107 pos pemeriksaan. Pada saat yang sama, kami berhasil menutup 130 pos pemeriksaan pada Januari hingga 12 Agustus 2024,” kata Agus.

Mengacu pada Pasal 94 UU Perkeretaapian No. 23 Tahun 2007 menyatakan demi keselamatan kereta api dan pengguna jalan, perlintasan tanpa izin harus ditutup. Pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab atas penutupan ini.

Agus melaporkan, sejak 16 September 2024, tercatat 272 korban kecelakaan lalu lintas di perlintasan kereta api dengan tingkat keparahan bervariasi, mulai dari luka ringan hingga meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, 101 orang meninggal.

Ia mencontohkan, pelanggar yang melanggar perlintasan kereta api bisa dipenjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750.000 sebagaimana diatur dalam Pasal 296 UU No. 22 Tahun 2009.

“KAI juga berhak menuntut pelanggar yang mengancam keselamatan perjalanan dan menimbulkan kerugian materiil,” tambah Agus.

Selain itu, KAI melarang segala aktivitas masyarakat di jalur kereta api, kecuali yang berkaitan dengan jalannya kereta api. Hal ini diatur dalam Pasal 199 UU No. 23 Tahun 2007 yang mengatur bahwa pelanggar dapat dipenjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 15 juta.

Agus menambahkan, KAI akan terus berkampanye dan bekerja sama dengan otoritas setempat, kepolisian, dan pihak terkait lainnya untuk mengurangi kecelakaan di perlintasan sebidang.

Ia mengimbau warga untuk menaati rambu lalu lintas di perlintasan kereta api dan lebih disiplin demi keselamatan bersama.

“KAI juga tidak segan-segan mengambil tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang menyebabkan kecelakaan di perlintasan sebidang,” pungkas Agus.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *