Sidrap, prestasikaryamandiri.co.id – Tradisi mapadendang atau menggiling biji-bijian dengan lesung masih hidup di kalangan masyarakat Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Seperti halnya Desa Buae, Kecamatan Watang Pulu juga melestarikan tradisi leluhur berupa serangkaian prosesi adat saat festival panen.
Selain sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, acara tersebut juga menjadi ajang berkumpulnya warga.
Menggiling biji-bijian dengan cara ini bukanlah tugas yang mudah: Dengan mengenakan pakaian tari tradisional, para penghancur biji-bijian yang didominasi perempuan ini mengocok biji-bijian dalam lesung untuk menciptakan ritme yang unik.
Anehnya, tidak ada satupun senjata yang mereka pegang saling bertabrakan. Proses adat mapadendang juga dianggap sebagai ritual sakral yang hanya dilakukan oleh orang lanjut usia. Tradisi Mappadendang biasanya berlangsung selama dua hingga tiga hari.
Kepala Desa Buae Laupe mengatakan, tradisi Mappadendang ini rutin dilakukan setiap tahunnya. Ia juga mencatat bahwa ini adalah tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.
“Acara Mappadendang di Desa Buae selalu diadakan setiap tahunnya. Ini tradisi yang turun temurun dan dilakukan setelah panen,” ujarnya di Desa Buae, Sabtu (19/10/2024).
Acara di Mappadendang ini selalu antusias dihadiri tidak hanya oleh warga sekitar, namun juga masyarakat luar Kabupaten Sidrap yang ingin berpartisipasi langsung dan menyaksikan tradisi adat tersebut.
“Mappadendang itu sebutan untuk festival panen. Namun dalam hal ini, tidak hanya warga Desa Buae saja yang datang untuk menyaksikan acara tersebut, namun seluruh warga Desa Buae juga menjadi penonton festival panen tersebut. acara, jelasnya.
Pesta panen ini, lanjut Laupe, juga berkaitan dengan tradisi Matodjang. Dalam sistem linguistik Bugis, kata “mattojang” berasal dari kata “tojang” yang berarti “ayunan”.
Secara budaya, dalam masyarakat Bugis, istilah Mattojang diartikan sebagai permainan cipratan atau cipratan air.
“Bermain ayunan merupakan bagian dari Mappadendang, satu paket dengan tradisi. Ada yang menyiapkan ketupat agar masyarakat sekitar Padendang bisa mencicipinya,” ujarnya.
Makanan dan minuman disuguhkan kepada para petani untuk menghibur pengunjung, khususnya warga Bugis yang datang untuk menyaksikan upacara dan hiburan selama festival panen.