Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Komisi VIII Ijtima Fatwa Ulama Indonesia memutuskan bahwa pegiat YouTube (YouTuber) dan internet influencer atau biasa disebut selebgram wajib membayar zakat secara hukum.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan, kewajiban membayar zakat juga berlaku bagi pelaku ekonomi kreatif digital.
Forum Ijtima menetapkan YouTuber, selebritis Instagram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya wajib membayar zakat, ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (30/05/2024).
Niam menjelaskan Forum Ijtim Ulama menilai teknologi digital berpotensi terus berkembang memberikan manfaat sosial dan ekonomi kepada masyarakat.
Ia mengatakan, keputusan tersebut merupakan respon ulama terhadap perkembangan digital di masyarakat, termasuk aktivitas digital yang dapat menghasilkan keuntungan.
Niam menjelaskan, kewajiban zakat bagi para YouTuber dan selebriti Instagram diatur dalam berbagai ketentuan, termasuk subjek usaha atau jenis kontennya tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.
“Dia telah mencapai nisab senilai 85 gram emas dan telah mencapai kepemilikan hawalan al haul (satu tahun),” lanjutnya.
Jika penghasilan belum mencapai nisab, kata Niam, maka penghasilan tersebut dikumpulkan selama satu tahun dan kemudian dikeluarkan saat penghasilan mencapai nisab dengan tarif zakat 2,5 persen jika menggunakan periode lunar atau Hijriah.
Jika ada kendala dalam penggunaan tahun Hijriah, seperti pada akuntansi bisnis, tambahnya, maka gunakan tarif zakat sebesar 2,57 persen.
Namun kewajiban membayar zakat itu khusus untuk kegiatan digital yang tidak bertentangan dengan syariat. Jika isinya mengandung pencemaran nama baik, namimah (perkelahian), pencabulan, perjudian dan hal-hal terlarang lainnya, maka haram, imbuhnya. kata Niam.
Niam juga menegaskan, pendapatan dari YouTuber, selebritis Instagram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya yang kontennya bertentangan dengan ketentuan syariah adalah haram.
Diketahui, acara Ijtim Ulama ini dihadiri oleh 654 peserta yang berasal dari pimpinan Lembaga Fatwa Ormas Islam Tingkat Pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan Pondok Pesantren Fikih Islam, pimpinan Fakultas Syariah Universitas Islam, perwakilan lembaga fatwa ASEAN-U dan negara-negara Timur Tengah seperti Malaysia dan Qatar, individu ulama dan pakar hukum Islam, serta peneliti sebagai pemerhati.