Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Di era modern ini, penggunaan alat kontrasepsi menjadi sangat populer. Namun, bagaimana hukum penggunaan alat kontrasepsi dalam Islam? Adakah yang bisa menggunakannya?
Sebelum berbicara mengenai hukum-hukum terkait penggunaan kontrasepsi, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam Islam ada empat poin perlindungan. Diantaranya: perlindungan agama, perlindungan jiwa dan raga, perlindungan keturunan, dan perlindungan harta benda. Agar keempat aspek tersebut menjadi acuan dasar dalam menentukan subjek hukum.
Berbicara mengenai penggunaan alat kontrasepsi, Abdul Rahim Umran dalam bukunya yang berjudul Islam dan Perencanaan menjelaskan bahwa pertama-tama harus diketahui jenis alat kontrasepsinya. Hal ini untuk memberikan perlindungan dan tidak membahayakan pengguna secara medis.
Salah satu tujuan penggunaan alat kontrasepsi adalah untuk melindungi fungsi reproduksi wanita. Namun dalam Islam alasan ini saja tidak cukup. Ada beberapa hal lain yang patut mendapat perhatian terkait penggunaan kontrasepsi.
Mulai dari ketidakmampuan rahim menerima kehamilan, kondisi kesehatan yang rentan dialami wanita, hingga mempertimbangkan jarak usia kehamilan. Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu haditsnya: “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu tanpa kamu sadari, karena di kemudian hari (al-ghailah) akibatnya sama seperti ketika seorang penunggang kuda mengejar lawan dan melemparkan kudanya.”
Oleh karena itu, memisahkan kehamilan menjadi kekuasaan Nabi Muhammad SAW. Artinya, menurut praktik peradilan, penggunaan alat kontrasepsi apabila tujuannya untuk memberikan kemaslahatan (kebaikan) dan tidak membawa keburukan, maka diperbolehkan.
Imam Al Ghazali juga berpendapat bahwa mengurangi risiko kehamilan, menyusui dan keintiman antara suami dan istri merupakan isu yang relevan dalam Islam. Oleh karena itu, penggunaan alat kontrasepsi dianggap diperbolehkan. Dalam praktik peradilan, bahkan dalam beberapa kasus, penggunaan alat kontrasepsi bersifat wajib.
Misalnya, ketika seorang wanita mengidap penyakit yang mengancam jiwa dan hamil, maka wajib menggunakan alat kontrasepsi. Karena perlindungan atau pemeliharaan jiwa dan raga (perempuan) adalah wajib.
Maka ketika ada kemudahan dan di saat yang sama ada kesulitan, umat Islam boleh memilih mana yang nyaman. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185.
يُرِيْدُ اللَّٰهُ بِكُمُ عَلَيْهُ بِكُمُ
“Yuridullah bikumul-yusra wa la yuridu bikumul-usra”
Yang artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan Dia tidak menghendaki kesulitan bagimu”.
Sebaliknya di Indonesia, peraturan terkait pembatasan jumlah anak dan jarak kelahiran tertuang dalam UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Pasal 1, Pasal 12, yang dimaksud dengan keluarga berencana adalah upaya meningkatkan kesadaran sosial dan turut serta dalam meningkatkan usia perkawinan, melindungi kelahiran, memperbaiki keluarga, meningkatkan kesejahteraan keluarga untuk menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Dalam Islam, penggunaan alat kontrasepsi diperbolehkan bagi mereka yang menganut syariat. Diantaranya, pernikahan, alasan kesehatan dan kesehatan, alasan keuangan. Namun bagaimana dengan remaja yang menggunakan alat kontrasepsi?
Tentu saja anak muda yang belum menikah tidak diperbolehkan menggunakan alat kontrasepsi. Sebab jika melakukan hal tersebut maka akan melanggar aturan syariat dan menimbulkan mafsada (kerusakan). Namun, generasi muda yang sudah menikah (walaupun undang-undang negara bagian masih diperdebatkan) diperbolehkan menggunakan kontrasepsi.
Dalam beberapa kasus, pasangan muda bahkan harus menggunakan kontrasepsi sebagai bagian dari kesehatan reproduksinya.
Seperti diketahui, kontroversi tersebut dipicu oleh PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Penerapan Undang-Undang Kesehatan yang dikeluarkan pemerintah. Undang-undang ini dinilai bertentangan dengan nilai-nilai kehormatan Indonesia dan dikhawatirkan akan membuka peluang prostitusi yang luas.