Sleman, prestasikaryamandiri.co.id – Harga Cabai Merah Keriting (CMK) di DIY, Kabupaten Sleman anjlok signifikan hingga hanya Rp 6.000 per kilo di pasar lelang. Keadaan ini membuat harga jauh lebih rendah dibandingkan biaya produksi. Petani bertahan hidup dengan metode bertani yang murah.

Sugeng, salah satu petani cabai di Samberembe Wetan, Candibinangun, Pakem, Sleman, terus merawat tanamannya dengan menggunakan pupuk organik dan bahan hayati untuk menekan biaya produksi meski harganya murah, menjelaskan apa yang dilakukannya. “Saya banyak menggunakan pupuk organik dan bahan hayati, sehingga biaya bisa ditekan,” ujarnya, Minggu (6/10/2024).

Teknik pertanian ekologis Sugeng dinilai oleh Suparmono, Pj Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman. Ia mengatakan, penggunaan teknologi ini sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) budidaya cabai sehat ramah lingkungan yang dikeluarkan pada tahun 2023.

“Pada tahun 2023, Dinas Pertanian Sleman akan menerbitkan SOP budidaya cabai yang sehat dan ramah lingkungan, serta meningkatkan kepatuhan DPI, menjaga kualitas produk, dan meningkatkan pendapatan petani,” kata Suparmono.

Terkait rendahnya harga cabai merah keriting, Suparmono menjelaskan, hal tersebut disebabkan oleh hukum permintaan dan penawaran. Berdasarkan data hortikultura nasional, produksi cabai merah keriting dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera mengalami peningkatan.

Namun menurut Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman, harga cabai mulai naik pada awal November dan mencapai puncaknya pada Desember. Suparmono optimistis Target Tarif Petani (NTP) akan tercapai sebagai tolak ukur kesejahteraan petani.

NTP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Menurut Suparmono, sektor hortikultura menjadi penyumbang NTP terbesar dibandingkan subsektor lainnya selama dua tahun berturut-turut.

“Selama dua tahun berturut-turut, hortikultura menyumbang NTP tertinggi dibandingkan tanaman pangan, vegetasi, peternakan, dan perikanan, dari 115,14 pada tahun 2022 menjadi 121,07 pada tahun 2023.

Meski demikian, Suparmono berharap penurunan daya beli dan pelemahan perekonomian yang tercermin pada inflasi DIY sebesar 0,10% pada September 2024 tidak berdampak pada kesejahteraan petani. “Kami akan mendorong petani untuk meningkatkan marginnya sehingga selisih biaya produksi dan penjualan menguntungkan,” tutupnya.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *