Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengamini permintaan Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) untuk meninjau ulang proses akhir izin pertambangan pemerintah Indonesia. Menurut dia, para perizinan pertambangan tidak perlu memiliki banyak waktu untuk memanfaatkan sumber daya secara maksimal.
Wenas berpendapat, penerbitan izin pertambangan harus disesuaikan dengan umur tambang. Dia mencontohkan, sejumlah negara telah menyiapkan proses izin pertambangan yang berlaku selama tambang tersebut masih diperlukan.
“Di beberapa negara, selama penambangan masih diperlukan, izin penambangan tidak dilarang. Namun penambangan harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti kepatuhan terhadap peraturan lingkungan hidup,” jelasnya dalam artikel berjudul “Masa Depan Pertambangan: Efisiensi dan Keberlanjutan .” Manajemen melalui Teknologi”.
Ia menambahkan, proses perizinan pertambangan yang tidak mengenal batas waktu akan mendorong perkembangan industri, apalagi proses penambangannya terintegrasi dari awal hingga bawah.
“Izin pertambangan sebaiknya diperpanjang sampai cadangannya habis, apalagi jika terintegrasi dari permukaan ke permukaan,” jelas Tony.
Selain itu, Tony mengatakan misi masyarakat yang bekerja di tambang bawah telah terpenuhi. Masalah lainnya adalah mendorong perusahaan dalam negeri untuk mengonsumsi lebih banyak sumber daya. Saat ini sekitar tiga perempat produksi katoda tembaga di PT Smelting (smelter pertama Freeport) diekspor, sedangkan sisanya digunakan oleh perusahaan dalam negeri yang masih terbatas pada pengolahan katoda tembaga.
Bottom line perusahaan di Indonesia masih kecil. Bottom line sudah berjalan lima tahun, namun pemanfaatan katoda tembaga di dalam negeri masih rendah karena sebagian bahan tembaga ada yang diekspor, ujarnya.