Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,05% pada triwulan II tahun 2024 dan stabil di angka 5% selama 10 tahun terakhir. Capaian tersebut mendekati target Presiden terpilih Prabowo Subianto sebesar 7-8% dan juga menjadi syarat untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Menanggapi hal tersebut, mantan Menteri Perdagangan Engartiasto Lukita memperkirakan Indonesia sedang menuju pertumbuhan ekonomi. Ia pun optimistis visi Indonesia Emas 2045 akan terwujud.
Pasalnya, di tengah perekonomian global yang mengalami ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik yang berdampak signifikan, perekonomian Indonesia terbukti mampu tumbuh dan menunjukkan kinerja positif yang berkelanjutan.
“Ke depan untuk mencapai 8% ini menjadi landasan untuk dilanjutkan, jadi tentunya dicapai secara bertahap,” kata Engartiasto dalam Simposium Nasional Alpenindo “Mewujudkan Indonesia Emas 2045” di Pullman. Hotel, Jakarta Barat, Jumat (30/8/2024).
Meski demikian, Engartiasto menilai diperlukan upaya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Termasuk meningkatkan konsumsi dalam negeri untuk menghindari ketergantungan impor dan juga mencapai kemandirian pangan.
Menurut Engartiasto, proyek fasilitas pangan yang digagas Presiden Djokovic sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Selain itu, kompleks pangan dapat mempercepat siklus produksi dan menghasilkan berbagai barang.
“Kompleks pangan yang dirintis Pak Jokowi, sekarang dilanjutkan Pak Prabowo, pilihannya hanya satu-satunya, tidak ada pilihan lain. Ini untuk membuat kita mandiri dalam pangan,” imbuhnya.
Ketua Eksekutif B-Universe ini juga memuji program Makan Gratis Bergizi (MBG) yang diusung Prabowo-Gibran, yang memberikan dampak positif langsung terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pencegahan stunting.
Dari sisi ekonomi, kata Engartiasto, program ini akan merangsang potensi perekonomian dalam negeri, usaha kecil menengah, dan peternak sapi perah. Meski ketergantungan impor masih tinggi.
Selain itu, sektor hilir industri dan pariwisata masih dapat didorong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Namun, faktor eksternal menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Misalnya kebijakan The Fed terkait suku bunga dan volatilitas
“Jadi kita berada di jalur yang benar, satu-satunya hambatan eksternal untuk akselerasi adalah bagaimana kita tidak bisa memungkiri ketika kita memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga satu atau dua kali dan berapa basis poin,” ujarnya.
“Volatilitas nilai tukar kita bukan karena tumpuan perekonomian kita, tapi karena ketergantungan kita pada luar negeri hampir di seluruh dunia,” imbuhnya.