JAKARTA, prestasikaryamandiri.co.id – Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI rate dinilai bukan pilihan ideal. Sebab, kenaikan BI rate menandakan turunnya permintaan kredit karena berdampak pada sektor riil dan kenaikan suku bunga.
“Sebenarnya kalau kita melihat ruang lingkup BI, seharusnya fokus pada stabilisasi nilai tukar rupee, tapi kemudian indikator (dampak) ke sektor riil membuat kita melihat bahwa ini bukan pilihan yang ideal.” adalah,” kata LPEM. . Ekonom FEB UI, Teuku Riefky dalam Investor Program Market Hari Ini, Kamis (25/4/2024).
Tico menilai adanya risiko kenaikan suku bunga acuan dapat berdampak pada peningkatan biaya, khususnya cost of fund, yang pada akhirnya berpotensi membebani sektor riil. Oleh karena itu, intervensi BI melalui triple intervensi atau intervensi pasar spot, DNDF, dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder masih perlu terus dilakukan.
Tak hanya itu, ia juga menyimpulkan BI telah menggunakan cadangan devisa yang cukup untuk menstabilkan nilai tukar, namun BI juga mengandalkan instrumen lain.
“Jadi BI benar-benar meningkatkan baurannya, jadi tidak hanya triple intervensi dan penggunaan cadangan devisa, tapi juga menaikkan suku bunga,” jelas Tuzzo.
Meskipun kacang mete Indonesia mengalami penurunan sebesar US$4 miliar pada periode Februari-Maret, kata Tyco, kacang mete Indonesia memiliki patokan internasional yaitu impor tiga bulan dengan impor enam bulan atau setara (misalnya).
Namun secara umum pada triwulan II banyak permintaan penggunaan CAD melalui BI, termasuk pembayaran pinjaman luar negeri, dan lain-lain.
“Jadi ke depan, kebutuhan caddio akan banyak selain untuk keperluan intervensi rupee, tapi kalau kita lihat di level saat ini, ada ruang bagi BI untuk memperluas penggunaan caddio,” tutupnya.