Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – RS Pelni telah menjernihkan tuduhan adanya penyalahgunaan dalam melakukan operasi usus buntu pada tahun 2019. Hal ini menanggapi laporan ke Polda Metro Jaya yang dilakukan Fariz, suami korban, dan keluarga didampingi kuasa hukumnya atas dugaan perbuatan tercela. 

Keluarga pasien melaporkan tujuh orang yang diduga terlibat dalam penanganan pelecehan setelah menjalani operasi usus buntu ternyata mengalami kelemahan dan kerusakan saraf atau kematian saraf.  

“RS Pelni menyikapi hal ini dengan sangat serius dan selalu berkomitmen untuk memberikan pelayanan medis terbaik dan memenuhi standar mutu yang berlaku,” kata Vice President (VP) Corporate Secretary and Legal Early GT RS Pelni kepada wartawan, Rabu (7/8/) 2024). .

Baca Juga: Polresta Depok Langsung Tetapkan Tersangka Kasus Pelecehan Sedot Lemak RS Pelni menegaskan, pasien tersebut saat ini masih berstatus pasien aktif yang mendapat layanan kesehatan di RS Pelni. “Kami langsung menyikapi secara kooperatif dengan melanjutkan proses pengaduan keluarga pasien terkait dugaan penganiayaan pada tahun 2019,” lanjut Early.

RS Pelni juga memastikan seluruh prosedur medis dan standar operasional yang berlaku dipatuhi. Rumah sakit berupaya untuk mengikuti pedoman medis dan etika yang ketat dalam setiap prosedur medis. “Kami siap memberikan informasi yang diperlukan dan menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi masalah ini, dan terus berupaya meningkatkan kualitas layanan sesuai prosedur yang diterapkan di rumah sakit,” jelas Early GT.

“Kami akan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa semua fakta dan informasi yang diperlukan dapat terungkap dengan jelas.” Kami berterima kasih atas perhatian dan pengertian masyarakat. Rumah Sakit Pelni berkomitmen untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan berupaya memastikan bahwa seluruh layanan medis rumah sakit “memenuhi standar yang sesuai,” tegas Early GT. LP/B/1495/III/2024/SPKT/Polda Metro Jaya tanggal 15 Maret 2024 dengan dugaan tindak pidana karena kelalaiannya yang mengakibatkan luka pada orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 440 ayat (1)) UU Nomor. Pada tanggal 8 Maret 2024, Fariz dan keluarga korban melalui kuasa hukumnya mengajukan pengaduan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dengan nomor register perkara: 10/P/MKDKI/III /2024 tentang tindakan medis yang mengakibatkan luka berat. Kamelia Achmad terhadap dokter yang terlibat di RS Pelni. Terkait permasalahan tersebut, dalam persidangan Fariz sebagai pelapor, MKDKI memeriksa 21 orang saksi, ahli MPD, saksi pelapor, RS Pelni, dan ahli RS Pelni, yang kemudian pada Juli lalu menggelar pembahasan putusan kasus tersebut. 24 Tahun 2024 menjadi : 10/P/MKDKI/III/2024 Selain itu, kuasa hukum Fariz dan keluarga korban juga mengajukan pengaduan ke Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. membantu memantau kasus ini.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *