Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Demonstrasi mahasiswa pro-Palestina yang terjadi di beberapa universitas Barat bisa dilihat sebagai indikasi kekecewaan mahasiswa terhadap sikap pemerintah negaranya yang memihak Israel dalam agresinya di Jalur Gaza.
Hal tersebut disampaikan Amrih Jinangkung, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri.
Menurut Amrih, kekecewaan terhadap pemerintah negara-negara Barat atas sikap pro-Israel membuat protes pendukung Palestina di negara-negara Barat sama masifnya dengan di Indonesia.
“Demonstrasi tersebut merupakan bentuk protes terhadap pemerintah, sehingga demonstrasi (pro-Palestina) dilakukan oleh mahasiswa dari negara yang pemerintahnya mendukung kegiatan Israel. Sebaliknya, pemerintah Indonesia mengecam Israel dan mendukung Palestina, kata Amrih di Jakarta, Kamis (5 September 2024) dalam talk show online.
Dalam ceramah mengenai masa depan Palestina yang disampaikan Pandekha dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, ia mengatakan, sikap masyarakat Indonesia yang pro Palestina sejalan dengan sikap pemerintah Indonesia yang sangat membela kemerdekaan Palestina.
Selain itu, masyarakat Indonesia menerima dan mendukung sikap dan tindakan pemerintah di tingkat internasional terkait konflik Israel-Palestina.
Pada saat yang sama, mahasiswa pro-Palestina di Barat menghadapi protes yang meluas karena pemerintah mereka mengabaikan tuntutan mereka dan terus mendukung Israel.
“Ini bisa menjadi penjelasan mengapa tidak banyak protes (pro-Palestina) di Indonesia, tapi banyak protes di Amerika dan Australia karena para pengunjuk rasa menentang posisi pemerintahnya,” kata Amrih.
Ribuan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di beberapa negara Barat, khususnya Amerika Serikat, berdemonstrasi untuk menyatakan dukungannya terhadap Palestina.
Mereka meminta pemerintah mereka untuk menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza dan agar universitas-universitas mereka menerapkan divestasi bisnis terkait Israel.
Mahasiswa pro-Palestina berdemonstrasi dengan membangun kamp solidaritas Gaza di kampus setelah Universitas Columbia di New York dieksekusi.
Setelah demonstrasi, beberapa mahasiswa diskors di kampus dan ditangkap oleh polisi. Selain itu, beberapa politisi juga melabeli demonstrasi pro-Palestina sebagai anti-Semit.