Lombok Tengah, prestasikaryamandiri.co.id – Ratusan warga yang tergabung dalam Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) berdemonstrasi di kantor Bupati Lombok Tengah, Rabu (24/07/2024). Mereka menuntut pemerintah daerah menetapkan batas pantai sepanjang 100 meter di wilayah Lombok Tengah Selatan yang kini dikuasai banyak investor.

Pergerakan yang awalnya tertib ini akhirnya berubah menjadi ricuh dan berujung pada rusaknya gerbang kantor bupati. Saat mereka berhasil memasuki halaman kantor bupati, massa menyerbu ruangan tersebut dan memaksa mereka menemui Bupati Lombok Tengah. Bentrok dan baku hantam pun terjadi antara pengunjuk rasa dan polisi.

Kerusuhan baru mereda setelah Bupati Lombok Tengah Lalu Fathul Bahri keluar dan menemui pengunjuk rasa. Dalam pertemuan tersebut, koordinator acara Supardi Yusuf menyampaikan tuntutan pemerintah daerah dan DPRD Lombok Tengah agar batas pantai ditetapkan 100 meter, bukan 5 meter sebagaimana tercantum dalam piagam bupati (perbup).

Supardi mencatat, UU No. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 “Tentang Ketentuan Pokok Pokok-pokok Agraria” mengatur dengan jelas tentang batas pantai pada jarak 100 meter dari pantai. Menurutnya, Perbup No. 76 Tahun 2021 tentang Susunan Organisasi, Fungsi dan Tata Kerja Perumahan dan Permukiman di Kabupaten Lombok Tengah tidak benar secara hukum dan tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat.

“Tahun 2016 ternyata batas pantainya bukan 5 meter, tapi 100 meter. Makanya Sekda menurut saya tidak penting. Kok bisa dibilang begitu,” kata Supardi.

Ia pun mempertanyakan peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang kedapatan melanggar hukum dengan mengukur garis pantai hanya 5 meter.

“BPN juga salah kenapa BPN mengukur sampai ke pantai, padahal tahu UU Agraria Nomor 5 Tahun 1960 jelas, 100 meter dari pantai, makanya BPN harus diadili,” kata Supardi.

Sementara itu, Bupati Lombok Tengah Lalu Fathul Bahri belum menandatangani permintaan massa. Dia menilai, surat tersebut perlu dikaji terlebih dahulu karena ada pihak lain, termasuk DPRK Lombok Tengah, yang juga terlibat.

“Kami tidak akan menandatangani, kami tidak menghargainya, tapi itu perlu dikaji, karena campur tangan permintaan tanda tangan DPRD juga harus dipertimbangkan,” jelas Lalu Fathul Bahri.

Ia berjanji akan mengundang pimpinan DPRD Lombok Tengah untuk membahas tuntutan masyarakat untuk mengambil tindakan lebih lanjut.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *