JAKARTA, prestasikaryamandiri.co.id – Keluarga Dekan Sera Afrianti beserta kuasa hukumnya mendatangi Majelis Hakim (KY) pada Senin (29 Juli 2024). Mereka datang untuk membicarakan tiga hakim yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur (GRT).
“Hari ini kami masih memperjuangkan keadilan di NKRI,” kata Dimas Yemahura, kuasa hukum Dini Sera Afriyanti, kepada wartawan, Senin (29 Juli 2024).
Dimas mengaku membawa barang bukti saat berbicara dengan Erintuah Damanik, Heru Hanindio, dan Mangapul. Bukti ini dapat berkisar dari catatan kriminal hingga temuan post-mortem.
Lanjutnya, “Barang bukti yang kami bawa dapat menunjukkan melalui foto-foto bahwa keputusan hakim dalam perkara ini salah, dan kami juga telah membawa bukti catatan kriminal hasil pemeriksaan perkara ini.” .
Dimas mengharapkan KY melakukan pemeriksaan terhadap tiga hakim. Dia juga mengatakan mereka harus diadili.
Katanya, “Saya mengadu ke KY tiga hakim yang mengusut kasus GRT, mereka dinyatakan tidak bersalah. Saya berharap ketiga hakim itu melanjutkan penyidikan dan segera mengambil tindakan dari KY.”
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (24 Juli 2024), Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik membebaskan terdakwa Gregorius Ronald Tannur karena dinilai melanggar hukum dan tidak percaya akan hukuman yang dijatuhkan. Tampaknya dia melakukan pembunuhan atau penyerangan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Lebih dari itu, penggugat diyakini berusaha membantu korban ketika ia mengkritiknya. Hal itu terlihat dari upaya terdakwa membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Sebelumnya, KY memastikan akan diperiksa majelis hakim di Pengadilan Tinggi (PN) Provinsi Surabaya, yang menyatakan tidak bersalah (vonis) terhadap Gregory Ronald Tanur (31), putra anggota DPR. Ia dituduh memukuli pacarnya, Dini Serra Aprianti (29), hingga tewas.
Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, keputusan tersebut diambil setelah putusan majelis hakim yang dipimpin Erintuah Damanik berdampak pada tatanan sosial masyarakat dan menuai kontroversi.
“Majelis Yudisial memahami jika terjadi kekerasan dapat dianggap sebagai pelanggaran keadilan, namun meskipun putusan ini menarik perhatian masyarakat, namun tidak ada laporan ke KY sehingga KY menggunakan putusannya untuk melakukan penyidikan. kata dia melalui keterangan tertulis dari Jakarta, Kamis (25/7/2024).