JAKARTA, prestasikaryamandiri.co.id – Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan mengumumkan bahwa jumlah kekerasan terhadap anak akan meningkat pada tahun 2019 hingga 2023.

Wolo Srihasthi Srichaniguram, Wakil Menteri Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, mengatakan bahwa Indonesia saat ini menghadapi keadaan darurat pelecehan anak.

“Jadi kalau dilihat kekerasan terhadap anak berdasarkan data Simfoni PPA, data Kementerian PPPA, meningkat dari tahun 2019 ke tahun 2023. Tahun 2019 masih 11.057 kasus, kasusnya meningkat menjadi 18.175: ” kata Wolo, Senin (22 April 2024) di Gedung Kemenko, Jakarta.

Ato Wolo mengatakan, penyebab meningkatnya konflik adalah meningkatnya kekerasan terhadap anak dan adanya keharusan bagi masyarakat untuk melaporkan kekerasan terhadap anak.

Wolo mengatakan kementerian PPA memiliki hotline SAPA 129 untuk melaporkan pelecehan dan praktik berbahaya terhadap anak-anak dan perempuan. Melalui saluran ini, masyarakat akan lebih mudah melaporkan pelecehan.

“Tentu saja, informasi ini terus bertambah, termasuk laporan bahwa kekerasan masih terjadi.”

Untuk itu, pemerintah berupaya aktif mencegah kekerasan terhadap anak. Sayangnya, target Indeks Perlindungan Anak tersebut masih berada di bawah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2022 sebesar 69,87.

“Ada target Indeks Perlindungan Anak yang harus dipenuhi. Sayangnya, target Indeks Perlindungan Anak tahun 2022 masih belum tercapai,” jelas Wolo.

Pada tahun 2018, indeks perlindungan anak mencapai 62,72. Jumlah ini meningkat menjadi 66,26 pada tahun 2019 dan 66,89 pada tahun 2020. Namun, tingkat keberhasilan IPA turun signifikan menjadi 6,38 pada tahun 2021. Sedangkan pada tahun 2022, capaian IPW mencapai 63,30.

Wolo menambahkan, selain kekerasan terhadap anak, kekerasan online dan kekerasan terhadap perempuan juga meningkat.

“Kalau dilihat dari kekerasan seksual, masih dalam rumah tangga. Kita melihat kekerasan di negara jaringan. Kita juga melihat peningkatan kekerasan di negara jaringan. Kita juga melihat kekerasan terhadap perempuan. Data ini menambahkan, ” dia berkata.

Ato Wolo menambahkan, kekerasan terhadap anak dan perempuan biasanya terjadi di lingkungan keluarga.

“Kalau melihat data kekerasan terhadap anak dan perempuan, polanya sama, sebagian besar kekerasan terjadi di rumah, kemudian anak di lembaga pendidikan, itu yang menjadi fokus kita. Sekarang pertanyaannya, ‘ Bagaimana kita bisa mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan?’

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *