KUALA LUMPUR, prestasikaryamandiri.co.id – Lima anggota keluarga tersangka penyerang kantor polisi di Ulu Tiram, Johor Bahru pekan lalu masih ditahan. Kepala Polisi Malaysia Razaruddin Hussain pada Jumat (24/5/2024) mengatakan penahanannya telah diperpanjang berdasarkan Undang-Undang Pelanggaran Keamanan Khusus 2012 (SOSMA).
SOSMA digunakan oleh otoritas Malaysia untuk masalah keamanan dalam negeri, termasuk ketertiban umum, aksi terorisme, sabotase, dan spionase.
Penyerangan terhadap kantor polisi di pinggiran Johor terjadi pada Jumat pagi pekan lalu. Dua polisi tewas dan seorang lainnya terluka. Satu-satunya penyerang tewas dalam baku tembak di area parkir kantor polisi.
Setelah itu, polisi menangkap orang tua tersangka dan tiga saudara kandungnya sejak Jumat pekan lalu.
Berdasarkan UU Sosma, polisi dapat menahan seseorang hingga 28 hari dan tidak akan diberikan jaminan. Jika didakwa, pelanggaran tersebut akan diadili di pengadilan yang lebih tinggi.
Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifudin Nashun Ismail mengatakan perpanjangan penahanan lima orang tersebut akan memberikan waktu bagi polisi untuk melakukan penyelidikan. Menteri Dalam Negeri dan Kapolri Malaysia memberikan penjelasan terkait hal tersebut.
Razaruddin beralasan, ayah terduga penyerang diduga anggota Jemaah Islamia (JI). Benar, itu ada di data dan catatan kami, ujarnya.
JI bertanggung jawab atas beberapa serangan teroris paling mematikan di kawasan Asia Tenggara, termasuk bom Bali tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Empat anak keluarga tersebut tidak tamat sekolah, tersangka penyerangan Polsek Ulu Tiram baru duduk di bangku SD. Sedangkan adik perempuannya tidak bersekolah sama sekali. Kakak perempuan tertuanya, perempuan, duduk di bangku sekolah dasar. Kemudian anak kedua, laki-laki, juga bersekolah di SD.
“Keyakinan dan ideologi dalam keluarga ini radikal,” tambahnya.
Berdasarkan wawancara polisi dengan berbagai pihak terkait JI, Saifuddin mengatakan keluarga tersebut mengasingkan diri dan menganut keyakinan yang berdampak negatif pada orang lain.
“Kami pastikan pihak keluarga tidak berbaur dengan masyarakat, alasannya karena mereka menganggap orang lain tidak setia. Makanya mereka tidak ke masjid untuk salat karena dibangun pemerintah, kata Saifuddin. Dan mereka dianggap kafir.”
“Kami melihat adanya keyakinan yang kuat di antara mereka bahwa hanya mereka (Anuma’i) yang menganut Islam, dan selebihnya adalah kafir. Implikasinya sangat besar karena berarti putusnya tali silaturahmi antara satu sama lain dan masyarakat,” ujarnya. negara,” tambahnya.
Peristiwa tersebut memicu spekulasi adanya pengungsian JI, karena desa tempat tinggal keluarga tersebut, Kampung Sungai Tiram, hanya berjarak 100 meter dari Madrasah Luqmanul Hakim yang didirikan oleh pemimpin spiritual JI Abu Bakar Bashir pada awal tahun 1990-an.
Sekolah tersebut dihadiri oleh Noordin Muhammed Top, teroris yang mendalangi aksi bom hotel di Jakarta tahun 2009, serta teroris JI lainnya, Mukhlas, yang merupakan bagian dari bom Bali tahun 2002.