Dhaka, prestasikaryamandiri.co.id – Gelombang protes dan bentrokan yang terjadi di Bangladesh sejak bulan lalu berujung pada kekacauan. Parlemen Bangladesh dibubarkan pada 8 Juni 2024, hanya satu hari setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina mengundurkan diri dan meninggalkan negara tersebut.
Pengumuman tersebut muncul beberapa jam setelah para pemimpin mahasiswa yang melakukan protes menetapkan batas waktu untuk membubarkan parlemen dan memperingatkan mereka akan kembali melakukan protes jika batas waktu tersebut tidak dipenuhi.
Kelompok mahasiswa, yang menjadi pendorong aksi protes, menuntut peraih Nobel Mohammed Yunus menjadi kepala pemerintahan sementara. Langkah ini dilakukan sehari setelah militer merebut kekuasaan.
Hasina (76), yang berkuasa sejak 2009, menjadi sasaran protes mahasiswa. Kebijakannya menyebabkan jutaan warga Bangladesh turun ke jalan menuntut pengunduran dirinya.
Ratusan orang tewas saat pasukan keamanan berusaha meredam kerusuhan, namun protes terus berlanjut dan Hasina akhirnya meninggalkan Bangladesh dengan helikopter pada Senin (5/8/2024) setelah militer berbalik melawannya.
Panglima Angkatan Darat Jenderal Waqer-Uz-Zaman mengumumkan di televisi pemerintah pada Senin sore bahwa Hasina akan mengundurkan diri dan militer akan membentuk pemerintahan sementara.
“Negara ini sangat menderita, perekonomian terpuruk, banyak orang tewas, dan ini saatnya menghentikan kekerasan,” kata Waker beberapa saat setelah massa yang bersorak menyerbu dan menjarah kediaman resmi Hasina.
Waker kemudian bertemu dengan para pemimpin mahasiswa pada hari Selasa untuk mendengar tuntutan agar pionir keuangan mikro berusia 84 tahun, Yunus, memimpin pemerintahan.
Para pemimpin mahasiswa memposting video di Facebook yang menuntut pembubaran parlemen pada pukul 15.00 pada hari Selasa dan mendesak mahasiswa revolusioner untuk bersiap jika hal ini tidak terjadi.
Seruan tersebut juga didukung oleh oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), yang menyerukan pemilihan umum dalam tiga bulan ke depan.
“Kami percaya pada Dr Yunus,” Asif Mahmood, seorang pemimpin terkemuka Mahasiswa Melawan Diskriminasi (SAD), menulis di halaman Facebook-nya.