Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) menilai kebijakan libur panjang sangat positif dan berdampak baik bagi sektor pariwisata.
Dirut ASITA Nunung Rusmiati mengatakan pariwisata dan pendapatan sektor konsumen meningkat signifikan akibat kebijakan libur panjang sehingga mendorong masyarakat untuk berwisata dan hadirnya wisatawan.
“Libur panjang bermanfaat bagi para pengusaha di banyak sektor seperti pariwisata, jasa transportasi, dan perhotelan. Karena usahanya bisa berkembang selama masa liburan,” ujarnya kepada prestasikaryamandiri.co.id, Jumat (24/05/2024).
Menurutnya, libur panjang meningkatkan produktivitas pekerja karena pikiran menjadi lebih waspada. Dengan demikian, ketika karyawan memasuki dunia kerja, mereka dapat menemukan energi dan ide-ide baru yang dapat memberikan dampak positif.
Meski demikian, Nunung menyadari Surat Keputusan Bersama (SKB) Tri Menteri yang mengatur hari libur nasional dan hari libur bersama mempunyai dua sisi. Dalam industri pariwisata, kebijakan ini dinilai bermanfaat karena akan banyak dimanfaatkan masyarakat saat berwisata.
Di sisi lain, sektor padat karya dapat merugikan karena banyaknya hari libur dan cuti bersama sehingga menyulitkan pengusaha karena harus menata ulang operasional dan produksi pada periode tersebut.
“Mungkin lebih baik libur bersama sedikit dikurangi, karena dapat menurunkan produktivitas dan menimbulkan kemacetan di sektor-sektor yang saling bergantung, seperti kegiatan ekspor, yang harus selalu dikoordinasikan dengan operator dan layanan perbankan,” ujarnya.
Solusi politik sudah lama ditinggalkan
Sebagai keputusan, Ketua Umum ASITA periode 2024-2029 turut berkontribusi dalam kebijakan liburan dengan tidak menghambat produktivitas pekerja dan industri dengan secara cerdas merencanakan perubahan jam kerja pekerja.
“Pastikan ada pegawai yang bisa melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan pegawai saat liburan. Selain itu, komunikasi tim yang baik juga penting,” jelasnya.
“Cukup menginformasikan kepada semua pihak mengenai apa yang akan menggantikan pekerjaan tertentu dan bagaimana alur kerja yang akan diatur selama masa liburan,” lanjutnya.
Dijelaskannya pula, dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya yang mempunyai hari libur, Indonesia jelas bukan negara yang paling banyak merayakannya menurut pasal tersebut.
Negara ASEAN dengan hari libur terbanyak dikatakan Kamboja dengan 28 hari libur dalam setahun. Sementara itu, Indonesia memiliki 27 hari libur nasional dalam setahun pada tahun ini. Tentu saja, Kamboja adalah negara ASEAN dengan hari libur nasional terbanyak.
Namun jika dibandingkan dengan Vietnam yang sebagai negara tujuan wisata, hari libur nasional hanya mempunyai 11 hari libur nasional dalam setahun, sedangkan Indonesia memiliki 17 hari dalam setahun dan 10 hari libur kolektif, tentunya pemerintah Indonesia punya alasan kenapa banyak hari liburnya.
“Salah satunya adalah meningkatkan perekonomian di sektor pariwisata. Oleh karena itu, meski banyak hari libur, sektor pariwisata tetap berupaya meningkatkan kualitas perekonomian,” kata N. Nunung.
Sehingga cuti liburan bersama diperkirakan tetap perlu dipertahankan, tergantung sektor usahanya. Dengan semakin panjangnya liburan di sektor pariwisata, maka industri ini akan menguat.
“Perhotelan dan restoran semakin bergairah dan bergairah. Perekonomian di bidang pariwisata semakin berkembang. Pegawai yang mengambil libur lebih panjang, pekerja dan ASN tentunya akan lebih segar dan bersemangat saat kembali bekerja,” jelasnya
Namun sektor usaha padat karya dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja sehingga perlu diperhatikan tergantung sektor usahanya, pungkas Nunung Rusmiati.