JAKARTA, prestasikaryamandiri.co.id – Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU senilai hingga 100 miliar.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan, komitmen tersebut berdasarkan penelusuran data yang dilakukan penyidik.
“Melalui penelusuran data dan informasi, serta keterangan para pihak yang diperiksa tim penyidik, kami menemukan cukup bukti adanya dugaan pencucian uang,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK yang dilakukan AGK selaku Gubernur Malut. “. 8/5/2024).
Ali menjelaskan, bukti pertama dugaan TPPU adalah pembelian dan upaya menyembunyikan asal usul kepemilikan aset berharga atas nama orang lain, yang awalnya bernilai sekitar Rp 100 miliar.
Penyidik juga memeriksa saksi dan menyita sejumlah aset yang bernilai ekonomi dalam upaya memenuhi unsur pasal TPPU, ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya menetapkan Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba (AGK) atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di lingkungan Pemprov Malut.
Penyidik KPK pun langsung menangkap Abdul Ghani Kasuba dan lima tersangka lainnya.
Tersangka lainnya adalah Adnan Hasanudin (AH), Kepala Dinas Perumahan dan Penyelesaian Pemerintah Provinsi Maluku Utara, dan Adnan Hasanudin (AH), Kepala Dinas PUPR Pemerintah Provinsi Maluku, Daud Ismail (DI), Kepala Dinas PUPR Pemprov. dari Kantor Pemerintah Provinsi BPPBJ Maluku Utara, Asisten Ridwan Arsan (RA). Walikota Ramadhan Ibrahim (RI) serta pihak swasta Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).
Kasus Abdul Ghani Kasuba dan tersangka lainnya bermula saat Pemprov Malut melakukan pengadaan barang dan jasa dengan dana APBD.
AGK, dalam perannya sebagai Gubernur Maluku Utara, ikut serta dalam menentukan kontraktor mana yang akan memenangkan tender proyek tersebut.
Untuk menjalankan misi tersebut, AGK kemudian memerintahkan AH sebagai Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman, DI sebagai Kepala PUPR dan RA sebagai Kepala BPPBJ untuk melaporkan proyek yang akan dilaksanakan di Maluku Utara.
Biaya proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemerintah Provinsi Maluku Utara mencapai lebih dari Rp 500 miliar, meliputi pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, serta pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Rangaranga. Bagian Dehepodo.
Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang harus dibayar kontraktor.
Selain itu, AGK juga mengamini dan meminta AH, DI, dan RA untuk mengatur proses kerja karena sudah lebih dari 50% selesai agar anggaran bisa segera dicairkan.
Kontraktor yang menang dan membuktikan kemampuannya membayar adalah KW dan ST. Mereka juga membayar AGK melalui RI untuk mengurus izin pembangunan jalan dari perusahaannya.
Teknisnya, transfer dilakukan secara tunai atau dalam rekening deposito melalui rekening bank atas nama pihak lain atau pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening deposito ini merupakan buah gagasan antara AGK dan RI.
Buku tabungan dan kartu ATM masih dipegang oleh RI, entitas terpercaya AGK. Sebagai bukti awal permulaannya, ada sekitar 2,2 2,2 miliar dana IDRow yang disimpan di escrow account.
Uang tersebut kemudian digunakan antara lain untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran akomodasi hotel dan pembayaran gigi.
Atas perbuatannya, tersangka ST, AH, DI, dan KW selaku pemasok disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana. . Tindak Pidana Korupsi Diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Penerima AGK, RI dan RA disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU No.