Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Jatuhnya Presiden Bashar al-Assad merupakan salah satu bentuk reformasi di Suriah, seperti halnya reformasi di Indonesia pada tahun 1998. Ketua Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Robi Sugara, jatuhnya rezim Bashar al-Assad bukan hanya karena perjuangan rakyat, tetapi juga karena diplomasi tingkat elit.
Menurutnya, masyarakat sudah muak dengan pemerintahan Bashar al-Assad dan menginginkan perubahan.
“Bashar al-Assad sangat ditentang oleh rakyatnya. Ini benar-benar perubahan politik, perubahan masyarakat yang sangat dibutuhkan,” kata Robi, Minggu (22/12/2024) dikutip Antar.
Meski demikian, Robi prihatin dengan narasi yang berkembang di Indonesia, khususnya di media sosial, yang menilai hal tersebut merupakan kemenangan umat Islam, kemenangan mujahidin.
Menurutnya, momentum ini bisa dimanfaatkan untuk mengembalikan semangat kelompok ekstremis dan radikal untuk menjalankan cerita propaganda untuk menipu masyarakat.
Yang terpenting adalah benar-benar memahami masyarakat Indonesia, masyarakat di luar Suriah yang kemudian bisa ditangkap oleh kelompok teroris atas nama agama, kembalikan semangatnya, berkumpul kembali, kata Roby.
Menurut Robi, Suriah telah melalui masa yang sangat sulit. Apa yang terjadi saat ini merupakan hasil perjuangan panjang rakyat Suriah, yang tidak hanya berupa perlawanan fisik, namun juga pengaruh negara-negara besar, seperti Turki, Qatar, Amerika, dan Israel.
Hal ini diindikasikan karena ketika Hayat Tahrir al-Siyam (HTS) masuk ke Damaskus, tidak ada penolakan massa terhadap bangkitnya pemerintahan transisi dan merangkul kelompok minoritas untuk bisa hidup berdampingan di Suriah.
Robi mengklaim hal tersebut merupakan bentuk diplomasi di tingkat elit yang ditunjukkan dengan bangkitnya negara-negara internasional untuk menormalisasi hubungan dengan pemerintahan baru Suriah.
“Ini bukan kemenangan 100 persen bagi kelompok perlawanan, namun kemenangan dicapai melalui diplomasi,” kata Roby. “Cara diplomasinya adalah dengan memanfaatkan negara-negara yang berkepentingan dengan kelompok perlawanan untuk mengubah rezim Suriah.”
Oleh karena itu, Direktur Pusat Krisis Islam Indonesia meminta pemerintah mengoreksi cerita yang beredar di media sosial agar tidak menyesatkan masyarakat. Jangan menipu masyarakat seperti ISIS muncul. Masyarakat harus berhati-hati dalam membaca situasi dan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah. Selain itu, tambah Robi, pemerintah harus menyatukan ulama moderat Indonesia dan ulama moderat di Suriah.
Hal ini harus dilakukan pemerintah untuk menciptakan misi perdamaian dan menekan suara kelompok ekstremis. Menurutnya, banyak ulama Indonesia yang memiliki kedekatan dengan ulama Suriah.
“Indonesia mempunyai kemampuan melakukan diplomasi terhadap Suriah dengan menghubungi dan bernegosiasi dengan ulama kharismatik di Suriah,” kata Robi.