Singapura, prestasikaryamandiri.co.id – Bunuh diri seorang dokter akibat bullying di Indonesia menarik perhatian media asing. Media Singapura, Channel News Asia, dalam pemberitaannya, Selasa (20/8/2024) menyebutkan, budaya kekerasan yang seolah-olah berada di luar kendali pemerintah masih meluas.
Aulia Risma Lestari, dokter program spesialis anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ditemukan tewas di kamarnya pada 12 Agustus 2024.
Program kedokteran spesialis adalah jenis pendidikan lanjutan bagi dokter umum untuk memperoleh keterampilan khusus dalam bidang medis tertentu.
Auliya (30) diduga menyuntik dirinya dengan obat bius Roculax dosis tinggi. Menurut situs medis online, obat tersebut digunakan untuk mengendurkan otot rangka selama operasi, serta untuk memfasilitasi intubasi trakea.
Dalam buku harian pribadinya, Auliya menulis bahwa dirinya sudah tidak sanggup lagi melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, dokter tersebut diduga bunuh diri akibat penyiksaan.
Setelah percakapan WhatsApp antara mahasiswa tingkat akhir RS Kardina Aulia dan Kota Tegal menjadi viral, pelecehan pun kian meningkat.
Pada 16 Agustus 2024, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengakui kematian Aulia akibat kebrutalan. Ia juga mengatakan bahwa masalah ini banyak terlihat di lembaga pelatihan medis di negara tersebut.
Sebuah penelitian yang dikutip oleh Menteri Kesehatan Budi menemukan bahwa 22,4 persen dari lebih dari 12.000 mahasiswa kedokteran di Indonesia menunjukkan gejala depresi. Budi menghimbau kepada seluruh mahasiswa kedokteran senior dan tenaga pengajar untuk menghentikan budaya senior yang beracun.
Ini bukan pertama kalinya Budi menyinggung hal tersebut. Pada bulan Juli tahun lalu, Menteri Kesehatan mengatakan budaya intimidasi di universitas telah menjadi rahasia umum selama beberapa dekade. Sebagai tanda bahwa segala sesuatunya tidak menjadi lebih mudah, media lokal melaporkan insiden pelecehan pada program pelatihan medis bedah saraf di Universitas Pajajaran Bandung di provinsi Jawa Barat.
Universitas memberhentikan dua dokter yang dicurigai terlibat dalam pelecehan tersebut dan mengirimkan surat peringatan kepada kepala departemen dan direktur program bedah saraf. Universitas telah menskors tujuh orang yang diduga melakukan pelanggaran ringan dan sedang, termasuk hukuman karena mengulang kelas.
“Saat ini dosen yang terlibat sedang diproses sanksi beratnya,” Dekan Fakultas Kedokteran dr Udi Mulyana seperti dikutip kantor berita Antara.
Dalam skandal Universitas Padjajaran, seorang dokter muda diduga dianiaya secara fisik dan verbal oleh seniornya. Mereka juga harus membayar biaya hidup orang dewasa, termasuk makanan, minuman, sewa mobil dan akomodasi.
Tahun lalu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan pedoman untuk mencegah pelecehan dalam pendidikan kedokteran. Menteri juga membuka saluran pengaduan bagi para korban, namun hal ini tidak menghentikan kebrutalan.
Para ahli mengatakan budaya intimidasi di lembaga pelatihan medis dapat memengaruhi cara mahasiswa tahun terakhir berinteraksi dengan pasien setelah lulus. “Mentalitas pelajar ini akan mempengaruhi interaksi dengan pasien, dan jika tidak ditangani pada masa pendidikan akan berdampak pada mereka ketika terjun ke masyarakat,” kata Mahesa Parandeepa, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI).