Ternate, prestasikaryamandiri.co.id – Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba (AGK) divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPICOR) di Pengadilan Negeri (PN) Ternate. Hukuman tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya menuntut 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta.
Sidang yang dipimpin Ketua Hakim Kadar Noah digelar pada Kamis (26/9/2024) untuk membacakan putusan yang terdaftar dalam perkara nomor 11/Pid.Sus-TPK/2024/PN Tte.
Kadar Noh mengklaim AGK terbukti menerima hadiah atas perbuatan yang bertentangan dengan jabatannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) atau penyelenggara negara. Selain hukuman penjara, AGK juga dikenakan denda sebesar Rp300 juta yang jika wanprestasi diganti dengan hukuman penjara 6 bulan.
Selain itu, Abdul Ghani Kasuba harus membayar sejumlah 109,056,827,500.00 dan 90,000 USD. Jika terdakwa tidak membayar ganti rugi dalam waktu satu bulan sejak putusan sah, maka jaksa akan menyita hartanya untuk dilelang untuk menutupi jumlah tersebut. Apabila harta kekayaan terdakwa tidak mencukupi, dipidana dengan pidana penjara lanjutan selama 3 tahun 6 bulan.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim menolak seluruh pembelaan (gugatan) yang diajukan kuasa hukum terdakwa.
Abdul Ghani Kasuba dinyatakan bersalah dalam kasus gratifikasi dan suap terkait jual beli jabatan dan proyek infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Majelis hakim memvonisnya 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta, yang jika tidak dibayar akan diringankan menjadi 5 bulan penjara.
Sidang yang dihadiri keluarga terdakwa itu diwarnai haru saat putusan dibacakan. Keluarga AGK tak kuasa menahan air mata setelah mendengar putusan tersebut.
Hakim MA Kadar Noah memberi waktu tujuh hari kepada terdakwa dan jaksa KPK untuk menentukan sikap atas putusan tersebut. Apabila dalam jangka waktu tujuh hari tidak ada tanggapan, maka putusan dianggap disetujui dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Saya kasih waktu tujuh hari. Kalau dalam jangka waktu itu tidak dilakukan apa-apa, dianggap sudah mengambil keputusan. Jadi tujuh hari ke depan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap,” jelas kader itu.