Batavia, prestasikaryamandiri.co.id- Otoritas Perekonomian (OJK) akan mengeluarkan undang-undang baru untuk mendirikan Lembaga Jasa Substrukturisasi Teknologi (LPBBTI). Undang-undang ini memperbolehkan peer-to-peer (P2P) lending hingga Rp10 miliar, meningkat dari batasan sebelumnya sebesar Rp2 miliar.
Menurut ekonom Nailul Huda, kelompok yang paling berpotensi menerima pinjaman hingga Rp 10 miliar adalah sektor yang menguntungkan seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Kalau sektor profit mau melebarkan sayapnya, mereka akan memperbesar pinjamannya Rp 2 miliar, tapi sampai Rp 10 miliar. Tapi itu berarti harus dipenuhi syarat-syarat tertentu,” kata Direktur Ekonomi Digital Celios, Beritasatu. .com, Senin (15/7/2024).
Nailul mengajukan beberapa syarat yang memungkinkan penyedia pinjaman online menawarkan penerima manfaat sebesar Rp 10 miliar. Pertama, dari sisi produktifnya adalah pinjaman, misalnya pengusaha, bukan konsumen seperti perorangan.
“Penyalurannya dari sisi P2P financing ditingkatkan ke margin keuntungan, artinya kalau bisa (blok) (sampai Rp 10 miliar), kami usahakan kirim ke sisi produk, bukan ke sisi pelanggan,” ucapnya. Nailul.
Kedua, Nailul mengatakan penerima pinjaman hingga Rp10 miliar merupakan peminjam yang memiliki riwayat mampu mengembalikan pinjaman atau memiliki kredit yang baik. “Seperti nilai kredit bisa serendah A+ atau A. Padahal, hal itu bisa terjadi jika nilai kreditnya kuat dan mutakhir,” ujarnya.
Ketiga, pinjaman tersebut tidak gagal bayar atas dasar keuangan sebelumnya, baik itu bank, multi bank, atau lainnya.
Artinya, pelacakan piutang tak tertagih pada rekening bank dan rekening pembayaran lain yang gagal dapat dilakukan dengan memasukkan data terbaru pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK pinjaman dari fintech p2p, jelasnya.
Keempat, pinjaman online dengan limit Rp10 miliar diperuntukkan bagi pengusaha yang tidak memiliki akses rekening bank.
“Kalau UMKM secara umum pagunya berubah, untuk mikro ke ultramikro mencapai Rp 2 miliar. dikatakan.