JAKARTA, prestasikaryamandiri.co.id – Stres bisa menimpa siapa saja dan pemicunya bermacam-macam, mulai dari lingkungan, pekerjaan, hingga masalah keuangan.
Laporan dari American Psychological Association menyatakan bahwa pada tahun 2023, sekitar sepertiga orang berusia 18-44 tahun akan menilai tingkat stres mereka 8-10 pada skala 1-10.
Dokter penyakit dalam bersertifikat dewan dan Wellbridge Edmond Hakimi, MD, mengatakan stres adalah respons normal terhadap tuntutan dan tekanan hidup, demikian laporan di situs Eat Well, Rabu (12 Juni 2024).
Hal ini dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk tanggung jawab pekerjaan, masalah keuangan, masalah hubungan, dan perubahan besar dalam hidup.
Ia melanjutkan, stres dapat menimbulkan dampak serius pada fisik, perilaku, dan mental, serta berdampak signifikan terhadap kesehatan. Oleh karena itu, manajemen stres merupakan bagian penting dalam menjaga kesehatan.
Selain itu, stres juga dapat berdampak pada tubuh, salah satunya sistem kardiovaskular, karena meningkatkan detak jantung dan tekanan darah.
“Sistem kardiovaskular sangat rentan karena stres dapat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, yang menyebabkan masalah jantung jangka panjang,” kata Marcus Smith, konsultan klinis dan direktur pelaksana Alpas Wellness.
Kehadiran hormon stres seperti kortisol dan adrenalin dapat menyebabkan stres oksidatif dan peradangan sehingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serangan jantung.
Hal ini juga dapat menyebabkan penyempitan arteri koroner, yang dapat menyebabkan iskemia pada jantung, tambah Andrew Sherwood, profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Duke University School of Medicine.
Tekanan yang tinggi juga dapat menyebabkan sistem pernapasan menjadi cepat dan dangkal. Selain itu, karena stres memperburuk respons imun tubuh, risiko terkena atau memperburuk penyakit pernapasan juga lebih tinggi.
Selain itu, pelepasan sitokin inflamasi meningkatkan produksi lendir dan mempersempit saluran udara. Saat tubuh mengalami stres, maka sistem imun tubuh pun ikut melemah.
“Sistem endokrin merespons dengan melepaskan hormon stres seperti kortisol, yang jika meningkat secara kronis dapat mengganggu fungsi metabolisme dan melemahkan sistem kekebalan tubuh,” kata Smith.
Selain itu, stres juga dapat mempengaruhi sistem pencernaan. Akhirnya aliran darah ke usus berkurang sehingga menyebabkan diare atau sembelit. Jadi tidak mengherankan jika penelitian menunjukkan bahwa stres berkaitan erat dengan sindrom iritasi usus besar.