Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Abigail (2024) mencoba memadukan estetika aksi, horor, gore, komedi, dan balerina dalam sebuah film yang sayangnya tidak dieksekusi dengan sempurna. Alhasil, film duo sutradara Matt Bettinelli-Olpin dan Tyler Gillett (sebelumnya dikenal dengan Ready or Not, 2019) seolah kehilangan identitasnya.

Abigail tayang di bioskop Tanah Air mulai Jumat (5/03/2024). prestasikaryamandiri.co.id berkesempatan menghadiri pemutaran perdana film ini pada Kamis (5/02/2024)

Bercerita tentang Abigail (diperankan oleh Alisha Weir), seorang penari muda yang awalnya tampak menjadi korban penculikan. Salah satu penculik, Joey (Melissa Barrera), yang memiliki masalah pribadi dengan putranya, berusaha menjaga hubungan emosional dengan korbannya. Ia mendapat peringatan dari Abigail tentang situasi mencekam yang akan menimpa mereka.

Situasi antara korban dan penjahat berbanding terbalik. Keenam penculik tersebut menyadari bahwa Abigail bukanlah gadis biasa. Dia adalah seorang vampir, sebenarnya putri Kristof Lazar, Dracula sendiri. Dengan segala kepiawaiannya, para penculik yang kini terjebak di rumah hantu tersebut berusaha bertahan dari serangan para vampir.

Sebagai film horor, langkah awal Abigail tergolong lambat. Setelah sang vampir terungkap dan momen bertahan hidup, penonton disuguhkan adegan penuh ketegangan. Saya coba menjejali beberapa momen komikal, ada yang sarkasmenya terkesan lucu, tidak sesuai dengan warna filmnya sehingga terkesan hambar.

Kekuatan utama filmnya adalah bagaimana ia berhasil menciptakan suasana rumah tua berhantu. Desain dan produksi lokasi syuting menciptakan latar yang sempurna untuk ketegangan yang ingin disampaikan film tersebut. Dilengkapi dengan score dan audio latar belakang oleh Brian Tyler yang menambah suasana rumah yang menghantui. Abigail (2024). – (Gambar Universal/-)

Dari segi pemeran, penampilan Alisha Weir sebagai protagonis paling mengesankan. Weir berhasil membawakan dengan sangat meyakinkan karakter Abigail yang menjelma dari seorang penari lugu menjadi seorang vampir yang kejam dan haus darah. Koreografi yang Weir coba gabungkan antara serangan dan balet juga menyenangkan.

Sayangnya, di antara semua keindahan visual film tersebut, terdapat lubang besar pada setting yang terkesan standar dan mudah ditebak. Bahkan perubahan yang akan datang tidak lagi tampak seperti kejutan. Momen ketegangan seolah hilang karena perpaduan unsur komedi dan horor yang membuat penonton tidak terlalu merasakan kegelisahan layaknya menonton film horor.

Lingkungan di mana ia dipamerkan tidak memberikan banyak ruang bagi para aktor pendukung. Bahkan Barrera yang sebelumnya bermain gemilang di Scream and Bed Rest seakan kehilangan pesonanya. Sementara itu, Dan Stevens (sebagai Peter, sang polisi korup) yang berusaha ditampilkan sebagai karakter twist dalam film tersebut, juga gagal memberikan pengaruh yang signifikan.

Secara keseluruhan, meski bukan horor yang sempurna, Abigail tetap menyenangkan dan memiliki daya tarik tersendiri. Performa Weir, suasana menegangkan, serta efek visual dan audio yang mengesankan membuatnya menyenangkan.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *