Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Kenaikan Uang Kuliah Terpadu (UKT) dan Biaya Pengembangan Institusi (IPI) terus menjadi kontroversi di perguruan tinggi negeri. Mahasiswa menilai polemik tersebut mencerminkan komersialisasi perguruan tinggi negeri.

Hal itu disampaikan Wakil Rektor Mahasiswa Universitas Negeri Sibelius Mart (UNS) Surakarta, Agung Loki Prattiya, saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen Sinayan, Kamis (16 Mei 2024). .

Agung mengatakan, perguruan tinggi kini menjadi tempat komersialisasi karena banyak mahasiswa miskin yang terbebani UKT dan IPI yang mahal. Sasarannya, kata Agung, adalah mahasiswa baru di UKT dan IPI yang meningkat beberapa kali lipat.

“Universitas Sebelas Maret Surakarta, sebagai kampus yang penuh dengan masyarakat, mengalami peningkatan berlipat ganda dalam jumlah kelompok UKT dan IPI saat ini. Padahal, dalam enam tahun terakhir jumlah UKT-nya tidak pernah bertambah,” kata Agung

Dikatakannya, terjadi peningkatan UKT dan IPI di banyak departemen di UNS. UNS juga mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan, salah satunya adalah besarnya IPI di Fakultas Kedokteran. Sebelumnya IPI Fakultas Kedokteran sebesar Rp 25 juta, namun kini meningkat menjadi Rp 200 juta.

Lebih lanjut Agung menjelaskan, peningkatan IPI yang tajam juga terjadi pada program gelar kebidanan, dari sebelumnya Rp 25 juta menjadi minimal Rp 125 juta saat ini. Selain itu, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS menjadi pelengkap yang luar biasa bagi IPI.

“PGSD IPI mencapai Rp 45 juta. Coba bayangkan di Indonesia kekurangan guru, tapi kalau teman-teman mau masuk PGSD, biayanya Rp 45 juta. IPI tinggi sekali, bagaimana dengan kesehatan dan pendidikan. Untuk diperebutkan. Sebagaimana hak asasi warga negara Indonesia modern, “semuanya perdagangan”. Kami melihat bagaimana pendidikan dikomersialkan dan betapa tingginya biaya masuk bagi mahasiswa kedokteran,” kata Aging.

Ia menambahkan, kenaikan UKT dan IPI bagi mahasiswa baru tidak lepas dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 2 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 54/P/ 2024. Pada satuan standar pengukuran biaya operasional pendidikan tinggi.

Peraturan ini menyoroti persoalan penyediaan tempat di perguruan tinggi negeri dalam kelompok UKT, dan kontroversi lainnya adalah definisi IPI yang bisa mencapai empat kali lipat biaya pendidikan (BKT). BKT sendiri berfungsi sebagai batas atas penetapan UKT.

Oleh karena itu, siswa mengajukan pertanyaan berdasarkan nilai UKT dan IPI. Mahasiswa juga meminta agar DPR bisa memenuhi harapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, agar aturan penetapan UKT dan IPI jelas dan tidak memberatkan mahasiswa.

“Namun yang kita tanyakan di sini adalah dasar dasarnya, kenapa IPI boleh 4 kali BKT, dari mana asalnya? Apakah tidak ada dasar teoritis atau ilmiah? Secara hukum hanya 4 kali (lebih tinggi) BKT. Ini seperti, ‘Ini membuat semua teman saya kesal,'” katanya.

Diketahui, koalisi Badan Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) membentuk RDPU bersama Komisi X DPR. Sejumlah perwakilan mahasiswa yang hadir antara lain Universitas Gendarmal Soderman (Unsoed), Universitas Mataram (Unram), Universitas Riau (Unri), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Bengkulu. Universitas.

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *