Jakarta, prestasikaryamandiri.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan siap memanggil paksa Hendri Lee. Pendiri dan mantan komisaris Sriwijaya Air ini sudah dua kali mangkir dari penyidikan perizinan PT Timah karena korupsi antara tahun 2015 dan 2022.
Jika Hendry Lee tidak mematuhi panggilan ketiga dari jaksa, maka akan dikeluarkan panggilan pengadilan. “Kalau sampai tiga kali tidak datang, penyidik akan berusaha memanggil secara paksa,” kata Direktur Jaksa Penuntut Umum Ketut Sumedana di Jakarta, Rabu malam (29/5/2024).
Kejaksaan, kata dia, berupaya keras untuk mengadili Hendry karena prosedur tersebut. Namun Hendry dua kali tidak hadir karena sakit.
Upaya memaksa Hendry masih menunggu tanggapan surat ketiga dari Kejagung. Penyidik Kejaksaan Agung (Yampidos) menegaskan masih mempertimbangkan beberapa opsi untuk mengusut Hendrie.
“Kami menunggu pemahaman bahwa kami sudah mengeluarkan somasi dan nanti akan menghadirkan yang berkepentingan untuk diperiksa,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Kejaksaan Agung Kuntadi.
Kejagung sebelumnya telah menetapkan Hendry sebagai tersangka korupsi sejak akhir April 2024. Namun Kejaksaan belum memberikan jawaban soal kemungkinan penangkapan pengusaha tersebut.
Kuntadi memastikan pihaknya juga terus memantau gerak-gerik Hendry saat ditetapkan sebagai tersangka. Termasuk melarang pemilik perusahaan smelter PT TIN melarikan diri ke luar negeri.
“Iya tentu saja upaya-upaya itu akan kita lakukan, tapi kita tidak bisa mengkomunikasikan bagaimana kita akan melakukannya dan bagaimana kita akan melakukannya,” ujarnya.
Dalam kasus yang sama, kejaksaan juga menetapkan enam tersangka korupsi tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada sistem tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. .
Keenam tersangka TPPU tersebut adalah pimpinan PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim (HL), suami aktris Sandra Dewey, dan PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moise.
Lalu ada PT Sariviguna Bina Sentosa, Robert Indarto (RI), Sugito Gunawan (SG) sebagai komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) dan Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron alias Aon sebagai pemilik manfaat atau pemilik manfaat. (TN), dan Direktur Utama PT RBT Suparta.
Sejauh ini, kejaksaan telah menetapkan 22 tersangka dalam kasus tersebut. Mereka diduga terlibat dalam proses bisnis logam ilegal. Daftar tersebut juga mencakup mantan Direktur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2015-2022, Bambang Gatot Ariono.
Berdasarkan hasil audit BPKP, kerugian keuangan pemerintah akibat kasus ini mencapai lebih dari 300 triliun. Angka tersebut berasal dari kerugian PT Timah Tbk dengan tukang las swasta sebesar Rp2,285 triliun, kerugian pembayaran bijih timah Timah Tbk sebesar Rp26,69 triliun, dan kerugian lingkungan hidup sebesar Rp271,1 triliun.